Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pemerintah akan mulai menjalankan pertukaran informasi data keuangan untuk kepentingan perpajakan pada tahun depan, tepatnya bulan April 2018 untuk keterbukaan data nasabah domestik, dan September 2018 untuk nasabah asing.
Untuk melancarkan keterbukaan informasi data keuangan ini, Ditjen Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memodifikasi layanan Sistem Informasi Pelaporan Nasabah Asing (SiPINA).
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan, pihaknya sudah bekerjasama dengan OJK terkait data keuangan nasabah. Menurut Iwan, nanti data bank itu akan di-pool dulu di OJK kemudian akan dikirim secara host to host ke DJP.
“Insya Allah pada saat AEoI run, aplikasi sudah siap,” katanya kepada KONTAN, Rabu (23/8).
Ia mengatakan DJP dalam hal ini akan berupaya mempercepat kesiapan aplikasi ini. Pasalnya, dari otoritas pajak juga tidak ingin lembaga keuangan menyuplai data secara manual sehingga kerahasiaannya berisiko.
“Tidak ada niatan dari kami untuk minta dari flashdisk,” ucapnya.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengatakan, selama ini Direktorat Jenderal Pajak dapat mengakses data di lembaga keuangan dengan syarat seizin Menteri Keuangan.
"Jangan sampai seperti kasus yang lalu, oper data menggunakan flashdisk. Kalau datanya ke mana-mana, bisa disalahgunakan," tuturnya.
Aviliani mengusulkan, Ditjen Pajak bisa menggunakan sistem milik PPATK atau SIPINA milik Otoritas Jasa Keuangan. "Jadi tidak secara manual. Kalau manual akan berbahaya bagi data nasabah, khususnya debitur," katanya.
Pengakses data, menurut Aviliani, juga mesti dibatasi supaya tidak semua Kantor Pajak Pratama (KPP) di seluruh daerah meminta data nasabah lembaga keuangan. "Ini harus dipertimbangkan Menteri Keuangan," ujarnya.
Selain modifikasi SIPINA, Iwan mengatakan pihaknya sedang menyiapkan Compliance Risk Management (CRM) atau instrumen untuk memetakan wajib pajak berdasarkan tingkat risikonya. Nantinya, semua data yang diterima oleh Ditjen Pajak akan masuk ke dalam sistem tersebut.
Cara kerjanya, data dari eksternal dan internal dimasukkan ke dalam CRM kemudian diolah untuk ditandingkan dengan SPT. Kalau sesuai, maka wajib pajak itu akan masuk kategori patuh sehingga tidak diaudit.
Menurut Iwan, saat ini, Ditjen pajak sedang melakukan piloting dari instrumen tersebut di sejumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Targetnya awal 2018 atau sebelum AEoI, sistem ini bisa diimplementasikan sepenuhnya, “CRM sedang piloting,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News