Reporter: Choirun Nisa | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Target penerimaan perpajakan Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar Rp 1.609,4 triliun. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyarankan beberapa skema penerimaan pendapatan.
Ada empat hal yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, melakukan perbaikan administrasi perpajakan melalui pemanfaatan keterbukaan informasi mengenai perpajakan.
Dengan profailing yang benar dan akurat, wajib pajak (WP) yang belum membayar dapat terjaring asal tidak asal menyasar seluruh WP.
"Mungkin untuk yang di luar negeri belum bisa di 2018 ya, tapi untuk yang domestik kan sejak berlakunya perppu sudah dapat diprofailing, ini lumayan untuk penerimaan," tutur Yustinus di Jakarta, Selasa (22/8).
Kedua, struktur tarif PPh dapat dibuat menjadi lebih maju. Menurut Yustinus, PPh dapat dibuat menjadi dobel dividen guna penerimaan yang optimal dan mengurangi ketimpangan.
Ia berpendapat, pemerintah dapat menggunakan tarif PPh banyak layer seperti di negara Asia lainnya misalnya China dengan tarif 10 lapis, Thailand dan Malaysia masing-masing tarif 5 lapis.
"Semakin rinci dan tepat besarannya, orang akan mau bayar, tapi semakin simpel, maka semakin besar penarikan pajaknya dan orang pun susah membayarnya," kata Yustinus.
Ketiga, intensifikasi perpajakan dengan peningkatan ”Audit Coverage Ratio” pada wajib pajak yang belum tersentuh atau yang ”Hanya Patuh kalau Terdeteksi” sehingga tidak hanya menyasar yang telah patuh saja.
Keempat, Multilateral Instrumen (MLI) atau kerja sama internasional untuk mengatasi masalah tax treaty.
Kelima, menghilangkan atau menurunkan beberapa pendapatan pasif (passive income) seperti menghilangkan pajak hadiah undian, royalti buku, dan menurunkan sewa bangunan dan bunga deposito.
"Tarif bunga deposito 30% terlalu besar, sewa bangunan juga dibuat 10% terlalu tinggi, sebaiknya diturunkan atau dibuat dinormalkan saja. Untuk pajak hadiah undian seharusnya tidak ditarik, apalagi royalti buku 15%. Jika ia masih baru (start-up), belum mengurus bayar bukunya, bisa-bisa penulis buku tidak mau buat buku lagi jika ditarik besar seperti ini," terang Yustinus.
Keenam, pajak dari ekonomi digital. Menurut Yustinus, nilai besaran e-commerce saat ini sudah dapat ditarik pajak untuk penerimaan negara. Namun, peraturan yang belum selesai pun menjadi permasalahan tersendiri dalam penarikannya.
Ketujuh, optimalisasi penerimaan PPN dengan melakukan tinjauan threshold kepada pengusaha kena pajak (PKP) untuk menarik pajak baru dan memberikan beberapa kemudahan bagi WP yang patuh. Beberapa kemudahan yang bisa diberikan, yakni kemudahan restitusi dan administrasi faktur pajak serta kejelasan aturan.
"Salah satu kejelasannya adalah tidak menjadikan WP patuh menjadi sampel tersangka jika terjadi permasalahan pajak, memberikan keamanan bagi WP," jelas Yustinus.
Terakhir, optimalisasi penerimaan cukai, utamanya pada Cukai Hasil Tembakau (CHT). Yustinus menuturkan, selama ini subsidi CHT tidak tepat sasaran karena diberikan pada golongan yang justru tingkat produksinya tertinggi, yakni di atas 3 miliar rokok per batang.
Cara jangka pendeknya adalah mengurangi lapisan tarif rokok menjadi 9 lapis, menghilangkan lapisan gol. IIB Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) serta IIB Sigaret Kretek Tangan (SKT).
"Selain itu, menggabungkan kapasitas produksi rokok SKM dan SPM menjadi satu golongan."
Selain CHT penerimaan cukai dapat diekstensifikasi pada tiga calon barang kena cukai, yakni minuman ringan berpemanis, emisi gas buang, dan bahan bakar minyak (BBM). Ketiga calon barang ini dapat ditarik dobel dividen karena memiliki eksternalitas negatif.
"Adanya penarikan pada tiga calon barang ini dengan harapan dapat memperbaiki lingkungan dan kesehatan masyarakat serta menjadi penerimaan negara," ujar Yustinus.
Dengan langkah-langkah tersebut Yustinus mengansumsikan penerimaan perpajakan RAPBN 2018 mampu mencapai di atas 90%, bahkan 95%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News