kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.066   81,71   1,17%
  • KOMPAS100 1.058   17,53   1,69%
  • LQ45 832   15,02   1,84%
  • ISSI 214   1,26   0,59%
  • IDX30 424   8,30   1,99%
  • IDXHIDIV20 511   9,19   1,83%
  • IDX80 121   1,97   1,66%
  • IDXV30 125   0,64   0,51%
  • IDXQ30 141   2,48   1,78%

DJP ingatkan pengusaha masa akhir tax amnesty


Selasa, 21 Februari 2017 / 19:39 WIB
DJP ingatkan pengusaha masa akhir tax amnesty


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumpulkan 250 asosiasi di bawah Kadin agar seluruh anggota ikut program pengampunan pajak atau tax amesty.

Para pengusaha ini juga diingatkan untuk melaporkan kewajiban dengan benar. Jika setelah program tax amnesty ini usai dan masih ada yang belum melaporkan dengan benar, pemerintah siap melakukan pendekatan hukum dalam memeriksa Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). 

"Bahkan Direktur Pemeriksaan sudah mau menambah pemeriksanya 5.000 lagi. Para AR (account representatives) pun bisa kami kerahkan untuk tahun ini karena enforcement jadi fokus pemerintah,” kata Direktur P2 Humas Hestu Yoga Saksama di Gedung Mar’ie Muhammad DJP Pusat, Jakarta, Selasa (21/2).

Hestu menjelaskan, DJP akan mengerahkan 5.000 tenaga AR untuk menjadi tenaga pemeriksa. Mereka akan ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan terkait pasal 18 undang-undang amnesti pajak.

Pasal 18 UU Tax Amnesty mengingatkan para Wajib Pajak yang mendapat surat keterangan dan peringatan atas harta yang belum dilaporkan. Jika tidak melaporkan, Ditjen Pajak akan mengenakan tarif Pajak Penghasilan karena harta tersebut dihitung sebagai tambahan penghasilan, plus sanksi 200% dari PPh yang tidak dibayar tersebut. 

“Adapun AR yang menjadi tenaga pemeriksa kemudian memantau pembayaran rutin juga. Kemampuan itu sudah dimiliki oleh mereka,” katanya. Dengan demikian, pada tahun ini jumlah pemeriksa di DJP mencapai 10.000 tenaga pemeriksa.

Lebih lanjut, Hestu mengatakan bahwa porsi dari pemeriksaan pada tahun ini akan meningkat karena kaitannya dengan WP yang tidak ikut amnesti dan ikut amnesti tapi tidak melaporkan seluruh harta dan penghasilannya.

Ia menjelaskaan, dari tahun ke tahun, extra effort pemeriksaan ada pada kisaran Rp 40 triliun - Rp 50 triliun namun tahun ini karena program amnesti pajak maka jumlah extra effort pemeriksaan berkurang. 

“Ya kita lihat lah ke depan, yang ikut dan tidak ikut amnesti, itu akan kita periksa tergantung data-data yang kita miliki. Kalau ada data valid, kami pasti tindak lanjuti,” katanya.

Terpisah, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, peran pengusaha sangat besar pada penerimaan pajak. Hal ini ditunjukkan dengan adanya surat dari DJP kepada Kadin sebanyak dua kali untuk ikut amnesti pajak.

“Setlah amnesti pajak berakhir, pada saat bayar SPT tahunan, dipastikan sudah ikut tax amnesty, karena kalau DJP menemukan dengan database yang ter-collect lewat data SPH, deklarasi, dan repatriasi, itu kan sudah tertulis semua. Kalau kami menemukan, konsekuensinya diperlakukan sebagai tambahan penghasilan,” kata dia.

Ia menghimbau, bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak namun belum sepenuhnya melapor harta dan penghasilan untuk segera melaporkan. Pasalnya dirinya kerap menemukan ada WP yang ikut amnesti pajak berkali-kali. Dihkawatirkan, WP lupa untuk lapor seluruh harta dan penghasilannya.

“Menyusul masih bisa sampai akhir Maret ini, tapi kalo sudah farewell tax amnesty, besok paginya apabila ada harta yang belum dilaporkan, akan kena sanksi 200%,” ucapnya.

Era baru pajak

Adapun Mardiasmo mengingatkan bahwa tahun depan Indonesia akan masuk pada era baru perpajakan dengan adanya automatic exchange of information (AEOI). Hal ini ditandai dengan kewajiban bagi perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer (transfer pricing documentation/TP Doc) sesuai dengan kebijakan pelaporan yang baru.

Sebelumnya, Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan International DJP Achmad Amin mengatakan, dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membuat TP Doc ini, perusahaan harus lebih berhati-hati, terutama yang sudah membuat Surat Pernyataan Harta (SPH) dan belum melaporkan seluruh aset maupun investasinya.

“Country by Country Report (CbCR) dan master file bisa jadi sumber informasi, artinya harus hati-hati perusahaan yang sudah buat SPH,” kata Achmad saat ditemui pekan lalu.

Acmad melanjutkan, apabila seandainya dari CbCR dan master file yang menjadi bagian dari TP Doc ini otoritas pajak menemukan ada aset atau investasi yang tidak ada dalam SPH, maka Wajib Pajak (WP) akan dikenakan sanksi Pasal 18 UU Tax Amnesty.

Pasal 18 UU Tax Amnesty mengingatkan para Wajib Pajak yang mendapat surat keterangan dan peringatan atas harta yang belum dilaporkan. Jika tidak melaporkan, Ditjen Pajak akan mengenakan tarif Pajak Penghasilan karena harta tersebut dihitung sebagai tambahan penghasilan, plus sanksi 200% dari PPh yang tidak dibayar tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×