Reporter: Rella Shaliha | Editor: Test Test
JAKARTA. Dunia usaha merespons baik rencana pemerintah mengawasi pembayaran pajak penghasilan (PPh) pengusaha jasa konstruksi dan real estate. Mereka bahkan siap menyambut kedatangan para auditor dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sikap terbuka salah satunya ditunjukkan oleh Bakrieland Development. Nuzirman Nurdin, Corporate Secretary anak usaha Grup Bakrie itu, menyatakan mereka sama sekali tidak keberatan akan rencana ini. "Sepanjang good corporate governance kami baik, kami tidak takut untuk di audit, apalagi kami perusahaan publik, " katanya, Kamis (11/9).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seusai Lebaran nanti Ditjen Pajak akan memeriksa kepatuhan pajak jasa konstruksi dan real estate mulai tahun buku 2005 hingga 2007. Ditjen Pajak beralasan pertumbuhan sektor konstruksi dan real estate pada kurun itu maju pesat. Harga properti dan real estate terus mengalami kenaikan. Sebelum properti, pemerintah telah melakukan hal yang sama di sektor batubara dan sawit.
Langkah Ditjen Pajak ini diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 51/2008 tentang Pajak bagi Usaha Jasa Konstruksi. Dalam PP ini, pemerintah menetapkan tarif PPh untuk usaha jasa konstruksi secara bertingkat, dari 2% hingga 6% dari laba kotor. Tergantung pada skala perusahaan jasa konstruksi tersebut. Bagi perusahaan kecil tarif finalnya sebesar 2%, sedangkan perusahaan menengah dan besar, tarif PPh finalnya mencapai 3%.
Soal pajak konstruksi, Wijaya Karya (WIKA) punya pendirian lain. Direktur Keuangan WIKA Ganda Kesuma mengatakan mereka bersama Asosiasi Konstruksi Indonesia (AKI) tengah mengupayakan agar peraturan tidak berlaku surut. Artinya, yang di audit adalah tahun buku ke depan, bukan tahun yang sebelumnya. Karena jika audit ini menyasar per 1 Januari, maka penjualan yang dibukukan tahun yang sebelumnya akan kena audit. Perusahaan bisa nombok untuk menutupi cacat di laporan keuangannya. “Saya hitung-hitung, untuk menghilangkan cacat itu bisa mencapai 15 miliar hingga 20 miliar, " kata Ganda.
Sekedar mengingatkan, PPh ini bersifat progresif. Dulu, tarifnya 30% dikali laba kotor. Sedangkan tarif final saat ini, berapa pun biaya dan labanya, setiap ada penjualan langsung dikenakan pajak 3%. Saat ini bisnis konstruksi sedang turun akibat kenaikan harga material konstruksi.
Pengusaha konstruksi boleh mengingatkan Ditjen Pajak tentang kenaikan harga material ini. Menurut Ketua AKI Sudarto, beberapa tahun belakangan perusahaan jasa konstruksi hanya memperoleh margin paling besar 4%.
Kendati terbebani, WIKA tetap menyambut baik rencana pemerintah menggenjot penerimaan pajak. “Kalau pembangunan berjalan, kontraktor dapat proyek kan? " kata Ganda, dengan nada bercanda.
BUMN konstruksi lainnya, Adhi Karya, malah percaya diri untuk di audit. " ADHI sudah dapat penghargaan sebagai pembayar pajak terpatuh tahun 2006 dan 2007, sehingga dapat hadiah pembebasan audit pajak, jadi silahkan saja kalau orang pajak mau audit kami, " ucap Kurnadi Gularso, Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya, Tbk.