Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Beleid ini mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dalam perdagangan menggunakan sistem elektronik (PMSE) alias e-commerce.
Kendati begitu, Yoga bilang terlebih dahulu bakal menarik PPN dengan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sedang disusun. Barulah, nantinya menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai landasan pemungutan PPh dan atau pajak transaksi elektronik (PTE) dalam PMSE.
PP itu sembari menunggu konsensus The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang ekonomi digital. Sebab, otoritas pajak menilai pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi bisa menimbulkan pengenaan pajak berganda. Makanya pemerintah menunggu konsensus global.
Baca Juga: Kemenkeu berencana bebaskan PPN, begini kata ekonom CITA
Insentif Pajak 2021
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengatakan sehubungan dengan merebaknya pandemi Covid-19 sepanjang tahun ini, otoritas pajak menyesuaikan kembali rumusan optimalisasi penerimaan perpajakan tahun ini dan tahun depan.
Setidaknya insentif yang bakal digelontorkan yakni berlanjutnya penurunan PPh Badan dari 25% menjadi 22% yang akan berlangsung sejak 2020 ini. Hal tersebut berlangsung ketika kondisi ekonomi dunia usaha belum sepenuhnya membaik di tahun depan.
Dus, Ihsan bilang tahun depan, pihaknya harus menerima konsekuensi atas insentif pajak yang diberikan. “Tantangannya tak hanya tax expenditure, stimulus, tapi juga kondisi ekonomi, perubahan cara kita bekerja,” ujar Ihsan kepada Kontan.co.id, Kamis (14/5).
Baca Juga: Sempat jadi polemik, KKP resmi perbolehkan ekspor benih lobster
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan penerimaan pajak ditargetkan turun dari Rp 1.642,6 triliun menjadi sebesar Rp 1.234,1 triliun pada tahun 2020. Sementara untuk tahun depan, akan diumumkan dalam Rancangan APBN 2021 di sekitar pertengahan tahun ini.