kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ditargetkan terbit pada Oktober 2021, begini isi Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT


Kamis, 28 Januari 2021 / 19:31 WIB
Ditargetkan terbit pada Oktober 2021, begini isi Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT
ILUSTRASI. Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan masih digodok DPR RI


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

Sementara itu, pada pasal 41, diatur bahwa badan usaha di bidang penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari energi tak terbarukan harus memenuhi Standar Portofolio Energi Terbarukan (SPET).

Badan usaha tersebut wajib melaporkan rencana penyediaan ET secara berkala kepada Menteri. Dalam hal badan usaha tidak memenuhi SPET, maka diwajibkan untuk membeli sertifikat Energi Terbarukan.

Terkait harga untuk EBT, beleid tersebut mengatur bahwa harga energi baru maupun ET ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang wajar bagi badan usaha.

Baca Juga: Perpres harga listrik EBT molor dari target, begini penjelasan Menteri ESDM

Adapun penetapan harga jual listrik yang bersumber dari ET berupa: 

  • (a) tarif masukan berdasarkan jenis, karakteristik, teknologi, lokasi, dan/atau kapasitas terpasang pembangkit listrik, 
  • (b) harga indeks pasar Bahan Bakar Nabati (BBN), dan/atau 
  • (c) mekanisme lelang terbalik.

Selanjutnya, diatur juga bahwa dalam hal harga listrik ET lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga ET dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau badan usaha tersebut.

Sementara itu, harga jual BBN yang bersumber dari ET yang dicampur dengan BBM didasarkan pada: 

  • (a) biaya pokok produksi, 
  • (b) harga indeks pasar BBN yang dicampur ke dalam BBM, 
  • (c) biaya distribusi dan pengolahan BBM, dan 
  • (d) subsidi negara.

RUU EBT ini juga memuat insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada: 

  • (a) badan usaha yang mengusahakan EBT, dan 
  • (b) badan usaha di bidang tenaga listrik yang menggunakan energi tak terbarukan yang memenuhi SPET. Insentif yang dimaksud berupa insentif fiskal dan/atau non-fiskal untuk jangka waktu tertentu.

Selanjutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengusahakan dana EBT untuk mencapai target kebijakan energi nasional.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Mega proyek 35.000 MW berpotensi molor ke 2030

Dana EBT bersumber dari APBN, APBD, pungutan ekspor energi tak terbarukan, dana perdagangan karbon, dana sertifikat ET, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

Adapun, dana EBT tersebut digunakan untuk: 

  • (a) pembiayaan infrastruktur EBT, 
  • (b) pembiayaan insentif EBT, 
  • (c) kompensasi badan usaha yang mengembangan EBT, 
  • (d) penelitian dan pengembangan EBT, 
  • (e) peningkatan kualitas SDM bidang EBT, dan 
  • (f) subsidi harga ET yang harganya belum dapat bersaing dengan energi tak terbarukan.

Selanjutnya: Begini saran Hilmi Panigoro untuk menarik investasi di energi terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×