kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ditargetkan terbit pada Oktober 2021, begini isi Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT


Kamis, 28 Januari 2021 / 19:31 WIB
Ditargetkan terbit pada Oktober 2021, begini isi Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Komisi VII DPR RI bakal mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menargetkan pembahasan RUU EBT bisa tuntas pada Oktober 2021.

Kata dia, UU EBT menjadi bagian dari program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Pada 25 Januari 2021, Komisi VII sudah menyiapkan naskah akademik dan legal draft RUU EBT.

"Insha Allah bulan Oktober nanti UU EBT akan segera tuntas, menjadi UU baru di Indonesia," kata Sugeng dalam acara daring yang digelar Kamis (28/1).

Dari draf RUU EBT yang didapat Kontan.co.id, rancangan beleid tersebut terdiri dari 14 Bab dan 59 Pasal. RUU tersebut memisahkan ketentuan antara Energi Baru dan Energi Terbarukan (ET).

Baca Juga: Komisi VII DPR targetkan UU EBT rampung pada Oktober 2021

Pada Bab IV RUU tersebut membahas tentang Energi Baru yang terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya. Nuklir tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit daya nuklir, yang terdiri atas pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit panas nuklir.

Lalu, Bab V membahas mengenai ET, yang terdiri dari panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, serta sumber energi terbarukan lainnya.

Pasal 29 RUU EBT ini memerintahkan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan perizinan berusaha dalam pengusahaan ET. Kemudahan tersebut meliputi prosedur, jangka waktu dan biaya.

Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan energi terbarukan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 40 ayat (1). Lalu, pemerintah pusat dapat menugaskan badan usaha swasta yang memiliki wilayah usaha ketenagalistrikan untuk membeli listrik yang dihasilkan ET.

Sementara itu, pada pasal 41, diatur bahwa badan usaha di bidang penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari energi tak terbarukan harus memenuhi Standar Portofolio Energi Terbarukan (SPET).

Badan usaha tersebut wajib melaporkan rencana penyediaan ET secara berkala kepada Menteri. Dalam hal badan usaha tidak memenuhi SPET, maka diwajibkan untuk membeli sertifikat Energi Terbarukan.

Terkait harga untuk EBT, beleid tersebut mengatur bahwa harga energi baru maupun ET ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang wajar bagi badan usaha.

Baca Juga: Perpres harga listrik EBT molor dari target, begini penjelasan Menteri ESDM

Adapun penetapan harga jual listrik yang bersumber dari ET berupa: 

  • (a) tarif masukan berdasarkan jenis, karakteristik, teknologi, lokasi, dan/atau kapasitas terpasang pembangkit listrik, 
  • (b) harga indeks pasar Bahan Bakar Nabati (BBN), dan/atau 
  • (c) mekanisme lelang terbalik.

Selanjutnya, diatur juga bahwa dalam hal harga listrik ET lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga ET dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau badan usaha tersebut.

Sementara itu, harga jual BBN yang bersumber dari ET yang dicampur dengan BBM didasarkan pada: 

  • (a) biaya pokok produksi, 
  • (b) harga indeks pasar BBN yang dicampur ke dalam BBM, 
  • (c) biaya distribusi dan pengolahan BBM, dan 
  • (d) subsidi negara.

RUU EBT ini juga memuat insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada: 

  • (a) badan usaha yang mengusahakan EBT, dan 
  • (b) badan usaha di bidang tenaga listrik yang menggunakan energi tak terbarukan yang memenuhi SPET. Insentif yang dimaksud berupa insentif fiskal dan/atau non-fiskal untuk jangka waktu tertentu.

Selanjutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengusahakan dana EBT untuk mencapai target kebijakan energi nasional.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Mega proyek 35.000 MW berpotensi molor ke 2030

Dana EBT bersumber dari APBN, APBD, pungutan ekspor energi tak terbarukan, dana perdagangan karbon, dana sertifikat ET, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

Adapun, dana EBT tersebut digunakan untuk: 

  • (a) pembiayaan infrastruktur EBT, 
  • (b) pembiayaan insentif EBT, 
  • (c) kompensasi badan usaha yang mengembangan EBT, 
  • (d) penelitian dan pengembangan EBT, 
  • (e) peningkatan kualitas SDM bidang EBT, dan 
  • (f) subsidi harga ET yang harganya belum dapat bersaing dengan energi tak terbarukan.

Selanjutnya: Begini saran Hilmi Panigoro untuk menarik investasi di energi terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×