Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil yang menyebutkan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai ‘iblis atau setan’ menimbulkan menimbulkan polemik.
Adil mengatakan Kemenkeu telah mengeruk keuntungan dari eksploitasi minyak di daerah Kepulauan Meranti, yang mana Dana Bagi Hasil (DBH) yang diperoleh Kabupaten Kepulauan Meranti dari produksi minyak terbilang kecil.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara turut memberikan komentar terkait polemik tersebut. Ia menyayangkan atas pernyataan bupati tersebut kepada Kementerian keuangan.
“Ada Bupati berpikir Kementerian Keuangan itu iblis atau setan. Nggak proper sama sekali. Serius mikirnya begitu?,” tutur Suahasil dalam postingan akun instagramnya @suahasil, Senin (12/12).
Baca Juga: Transaksi Digital Ngebut, Pemerintah Tunjuk PMSE Domestik Jadi Pemungut PPN
Menurutnya, kehadiran negara melalui Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (APBN), untuk berbagai daerah tidak hanya melalui alokasi DBH, maupun alokasi Dana Transfer seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Insentif Daerah (DID).
Ia menegaskan, kehadiran negara untuk pemda juga dialokasikan melalui belanja-belanja berbagai kementerian/lembaga, misalnya saja belanja Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, dan berbagai program lainnya.
“Aparat keamanan yang ada di berbagai pelosok juga dibiayai oleh uang APBN kita. Lalu, juga ada belanja subsidi energi sehingga masyarakat kita bisa membayar harga BBM dan listrik bersubsidi,” jelasnya.
Suahasil juga menegaskan, jika memang ada kesalahan atau hal yang perlu diperbaiki harus berdasarkan data yang akurat. Jika memang berdasarkan data terdapat hal yang keliru, maka menurutnya memang harus diperbaiki dengan baik.
Baca Juga: Realisasi PNBP Tahun Ini Diperkirakan Lampaui Target, Begini Kata Kemenkeu
Dia juga menyayangkan atas pernyataan bupati tersebut yang mengancam akan angkat senjata dan bergabung menjadi bagian Malaysia, karena merasa pemerintah tidak mau adil dalam mengurusi wilayah dan rakyatnya.
“Yang paling menyedihkan adalah ketika berpikir pindah negeri sebelah saja . Ini jauh dari cita-cita pendiri Republik, dan jauh dari cita-cita Indonesia,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News