Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi III DPR memanggil sejumlah mantan Pimpinan KPK Periode Kedua 2007-2011. Pemanggilan ini dilakukan DPR untuk memperoleh masukan terkait pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR, Selasa, (11/6), hadir sejumlah mantan Pimpinan KPK seperti Antasari Azhar dan Chandra Hamzah. Dalam pertemuan kali ini, Antasari menyebut sejumlah masukan yang diperlukan bagi penyempurnaan RUU KUHAP.
Pertama, Antasari Azhar menyebut perlu ada jangka waktu penyidikan yang disebutkan dengan jelas dalam RUU KUHAP. Dengan demikian, setiap aparat penegak hukum akan terdorong untuk menindak lanjuti dengan lebih serius setiap pelaporan tindak pidana yang masuk dari masyarakat.
Kedua, perlu ada mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan tanpa melalui surat. Selama ini, penyidikan baru bisa dihentikan jika keluar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kepolisian dan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dari Kejaksaan.
Ke depan, Antazari menyarankan perlu dibuka mekanisme warga negara mengajukan gugatan praperadilan untuk dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan. "Ini jika proses penyidikan memakan waktu melebihi jangka waktu yang diberikan dalam UU KUHAP baru," kata Antasari.
Antasari juga mengkritik model gugatan praperadilan saat ini. Ia melihat selama ini banyak Hakim Pra Peradilan terlalu terpaku pada kebenaran formil, bukan pada kebenaran material. "Ini yang harus diperbaiki dalam RUU KUHAP," kata Antasari.
Keempat, Antasari menyarakan agar RUU KUHAP juga memberikan kewajiban bagi jaksa penuntut untuk menyediakan saksi yang meringankan bagi si terdakwa. Ini diperlukan agar lebih menjamin keberimbangan dalam proses peradilan bagi si terdakwa.
Di akhir penjelasannya, Antasari menegaskan bahwa prinsip dasar keberadaan KUHAP adalah membatasi kekuasaan negara melalui aparat penegak hukumnya agar tidak bersikap sewenang-wenang bagi warga negara yang baru diduga terlibat kejahatan tindak pidana. "Jadi KUHAP bukan untuk membatasi hak si terpidana," pungkas Antasari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News