kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,09   7,74   0.83%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di Tengah Ketidakpastian Global, Target Penerimaan Perpajakan 2023 Cukup Menantang


Rabu, 17 Agustus 2022 / 11:11 WIB
Di Tengah Ketidakpastian Global, Target Penerimaan Perpajakan 2023 Cukup Menantang
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan 2023 dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 mencapai Rp 2.016,9 triliun. Target tersebut tumbuh 4,8% dari outlook tahun ini yang sebesar Rp 1.924,9 triliun,

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target penerimaan perpajakan 2023 tersebut akan menjadi pertama kali penerimaan perpajakan menembus di angka Rp 2.000 triliun.

"Ini pertama kali dalam histori sejarah Indonesia, penerimaan perpajakan menembus angka Rp 2.000 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8) kemarin.

Namun, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, target penerimaan perpajakan di tahun depan cukup menantang. Terutama jika melihat kinerja penerimaan perpajakan tahun 2022 yang ditopang oleh faktor-faktor yang sifatnya seasonal dan belum tentu juga hadir di tahun depan.

"Sebagai contoh, adanya harga komoditas yang tinggi di mana membuat target penerimaan pajak dari sektor pertambangan sekaligus bea keluar mengalami pertumbuhan," ujar Bawono kepada Kontan.co.id, Rabu (17/8).

Baca Juga: Tertinggi Dalam Sejarah, Target Penerimaan Perpajakan 2023 Tembus Rp 2.016 Triliun

Selain itu, Bawono menyebut, adanya kebijakan yang berdampak sementara seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga bisa menjadi booster penerimaan perpajakan di tahun ini. Hanya saja, yang lebih menantang penerimaan perpajakan di tahun depan adalah adanya bayang-bayang distorsi bagi proses pemulihan ekonomi akibat ketidakpastian global.

"Padahal faktor ini selama ini sangat berpengaruh, semisal bagi pemulihan aktivitas konsumsi dan manufaktur domestik, yang secara tidak langsung mendorong penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan produktivitas pajak penghasilan (PPh) dari sektor perdagangan dan industri pengolahan," katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, target perpajakan di RAPBN 2023 masih realistis untuk dapat dicapai karena penerimaan pajak hanya akan berada pada kisaran Rp 1.715,1 triliun, atau  tumbuh 6,7% dari tahun ini sebesar Rp 1.608,1 triliun.

Sementara target penerimaan kepabenan dan cukai yang diperkirakan Rp 301,8 triliun atau turun 4,7% dari tahun ini sebesar Rp 316,8 triliun.   Hanya saja, Prianto menyebut, pemerintah masih akan menghadapi berbagi kendala untuk mengejar target penerimaan perpajakan di tahun depan.

"Ada lima kendala yang masih dihadapi untuk kejar target penerimaan pajak 2023," ungkapnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Bakal Beri Insentif Perpajakan Rp 41,5 Triliun pada Tahun 2023

Pertama, volatilitas harga komoditas meski harga global masih relatif tinggi. Kedua, inflasi global melonjakm dikarenakan dampak pandemi Covid-19 dan perang geopolitik dengan kombinasi stimulus fiskal dan moneter yang berlebihan (excessive) selama pandemi Covid-19 di negara maju.

Ketiga, likuiditas diperketat dan suku bunga naik sehingga terjadi volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, nilai tukar melemah, serta biaya utang yang meningkat. Keempat, rasio utang di banyak negara sangat tinggi sehingga berpotensi terjadi krisis utang global.

Kelima, Prianto menegaskan, potensi terjadinya stagflasi karena pertumbuhan ekonomi global yang melemah dan angka penganggutran yang tinggi akan menjadi kendala pemerintah dalam mengejar target penerimaan perpajakan di tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×