kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dewan Media Sosial Dikhawatirkan Batasi Kebebasan Berpendapat dan Peran Dewan Pers


Selasa, 28 Mei 2024 / 20:17 WIB
Dewan Media Sosial Dikhawatirkan Batasi Kebebasan Berpendapat dan Peran Dewan Pers
ILUSTRASI. Media sosial. REUTERS/Dado Ruvic


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana membentuk Dewan Media Sosial (DMS). 

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, wacana pembentukan DMS merupakan respon positif pemerintah atas masukan yang diberikan oleh teman-teman CSO, dan didukung oleh kajian akademik yang diprakarsai oleh UNESCO. 

"Saat ini pemerintah sedang menimbang wacana ini dan terbuka atas masukan-masukan selanjutnya," ujar Budi Arie dalam keterangannya, Selasa (28/5).

Baca Juga: Soal Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial (DMS), Ini Kata Menkominfo

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan, usulan pembentukan DMS sebelumnya muncul pada saat revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Akan tetapi, hasil revisi UU ITE tidak mengakomodasi usulan pembentukan badan independen yang secara khusus mengatur konten media sosial tersebut.

Yang ada justru penguatan kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses dan/atau moderasi konten.

Elsam khawatir pembentukan Dewan Media Sosial yang berada dibawah kontrol Kemkominfo akan menjadi semacam lembaga yang kian memberikan legitimasi atas tindakan-tindakan pemblokiran atau pemutusan akses konten yang dilakukan oleh Kemkominfo. 

Baca Juga: Pengamat: RUU Penyiaran Harus Lebih Serius Atur Tayangan pada Platform OTT

Lalu, ketika muncul persoalan misalnya overblocking atau kesalahan dalam melakukan pemutusan akses. DMS akan dibebankan kesalahan dari suatu tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah.

"Dengan kekhawatiran-kekhawatiran itu justru malah yang terjadi tadi resiko semakin represinya kebebasan berekspresi," ujar Wahyudi saat dihubungi Kontan, Selasa (28/5).

Selain itu, Elsam menilai adanya potensi mengurangi peran Dewan Pers karena perusahaan pers yang mempublikasi karya jurnalistik di media sosial.

Sebab itu, perlunya kejelasan jenis-jenis konten apa yang dibatasi. Pengaturan tersebut harus tercantum dalam level undang-undang (UU). Hal ini untuk meminimalisir overlapping kewenangan antara satu lembaga dengan lembaga yang lain.

Baca Juga: Revisi UU Penyiaran Juga Menyasar Produk Jurnalisme Digital

Elsam mengingatkan panduan UNESCO maupun pernyataan pelapor khusus kebebasan berpendapat dan berekspresi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Yakni menyatakan bahwa badan yang mengurusi hal itu harus berupa badan independen atau institusi peradilan yang terbebas dari kepentingan politik maupun motif ekonomi.

"Jaminan misalnya bahwa ketika dewan ini dibentuk tidak akan menjangkau konten pers, atau yang diproduksi perusahaan pers, kalau tidak dieksplisitkan dalam undang-undang, itu tentu juga problematis. Resiko abuse of power suatu badan yang dibentuk pemerintah cukup besar," jelas Wahyudi.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, jika memang tebentuk, DMS ditujukan untuk turut memastikan dan mengawal kualitas tata kelola media sosial di Indonesia yang lebih akuntabel.

Baca Juga: Revisi Undang-Undang Penyiaran Juga Menyasar Youtuber Hingga Tiktoker

Usulan DMS berbentuk jejaring atau koalisi independen lintas pemangku kepentingan, seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi, pers, komunitas, praktisi, ahli, pelaku industri, dan sebagainya.

"Jika terbentuk, DMS dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam tata kelola media sosial, termasuk memastikan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di ruang digital," kata Budi Arie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×