kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: RUU Penyiaran Harus Lebih Serius Atur Tayangan pada Platform OTT


Kamis, 16 Mei 2024 / 21:43 WIB
Pengamat: RUU Penyiaran Harus Lebih Serius Atur Tayangan pada Platform OTT
ILUSTRASI. RUU tentang Penyiaran akan mengatur soal pengawasan konten-konten yang beredar di platform digital. KONTAN/Muradi/2013-07/18


Reporter: Aurelia Lucretie | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran akan mengatur soal pengawasan konten-konten yang beredar di platform digital.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Dadang Rahmat Hidayat menyatakan bahwa saat ini Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur tayangan pada platform over-the-top (OTT). 

"Media baru yang dimunculkan sebenarnya lebih kepada yang dikenal sebagai over-the-top, kita sebut merek mungkin seperti Netflix, itu juga belum ada yang ngatur. Jadi mungkin pada platform itu," terangnya kepada Kontan, Kamis (16/5). 

Baca Juga: Tumpang Tindih Pengawasan dalam Revisi UU Penyiaran, Ini Kata Ketua Dewan Pers

Dadang bilang, sebenarnya diperlukan penegasan kembali makna penyiaran yang diatur dalam rancangan aturan tersebut, baru setelahnya dilaksanakan secara operasional kepada media-media yang ditentukan. 

Menurutnya, tidak ada masalah apabila RUU tersebut dengan tegas mengartikan konten siaran yang diartikan sebagai tayangan di media analog dan media baru (OTT). 

"Tapi kalau kepada media sosial ini menjadi masalah tersendiri," katanya.

"Harus diperkuat apa yang dimaknai sebagai penyiaran karena itu berpengaruh terhadap ruang lingkup dan tugas kewenangan KPI," tambahnya. 

Dia menyebut bahwa banyaknya kewenangan yang dipegang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan berpengaruh pada kelembagaan KPI itu sendiri. Sebab, KPI akan menjadi lembaga yang disibukkan untuk mengawasi konten yang begitu luas. 

"Bayangkan kalau konten media sosial, di YouTube itu kan begitu banyaknya, lalu konten-konten YouTube sendiri tidak hanya berasal dari Indonesia," katanya. Maka selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah yurisdiksi dari kewenangan KPI. 

Baca Juga: Revisi UU Penyiaran Menuai Polemik, Begini Kata DPR

Baginya, akan lebih ideal apabila perluasan wewenang pengawasan KPI hanya untuk konten-konten yang tayang di OTT. 

"Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 itu belum menjangkau media-media baru dalam konteks over-the-top. Di beberapa negara itu sudah diatur, Indonesia sampai saat ini bisa saya katakan totally unregulated," tegasnya.

Dadang bilang, hal tersebut masih memungkinkan karena konten pada OTT sendiri jelas ditayangkan di Indonesia, memiliki pelanggan serta memungut pembiayaan dari warga Indonesia.

Dan yang tak kalah penting, kata Dadang, ialah konten-konten pada platform OTT dapat dilacak siapa-siapa yang bertanggung jawab secara kelembagaan atas suatu konten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×