Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musisi Ahmad Dhani divonis hukuman penjara 1 tahun 6 bulan pada Senin (28/1) lalu, setelah didakwa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas twitnya pada 2017 yang dinilai menyebarkan kebencian dan permusuhan.
Hakim menilai Ahmad Dhani melanggar Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Namun, Ahmad Dhani bukan satu-satunya orang yang terjerat hukum akibat dinilai melanggar aturan hukum dalam UU ITE. Selama ini, banyak yang terjerat sejumlah pasal dalam UU ITE yang disebut sebagai pasal karet.
Hal ini membuat undang-undang ini riskan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pihak lain. Sejak disahkan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada April 2008, sejumlah nama pernah tersandung hukum hingga merasakan dinginnya tembok tahanan.
Berikut paparannya:
Prita Mulyasari
Terdakwa kasus pencemaran nama baik RS Omni, Prita Mulyasari, mengucapkan terima kasih atas simpati warga yang menemuinya di Kawasan Sabang, Jakarta Pusat, saat ia menunggu mobil yang akan menghantarkannya menuju salah satu stasiun televisi swasta, Senin (11/7).
Walaupun hanya bisa pasrah, paska Mahkamah Agung memenangkan gugatan pidana jaksa penuntut umum, Prita masih berharap tidak ada penahanan terhadap dirinya.
Prita Mulyasari menjadi sosok pertama yang dikenal publik karena terjerat UU ITE. Prita merupakan seorang ibu dua anak asal Tangerang.
Ia menuliskan surat elektronik tentang ketidakpuasannya saat menjalani pelayanan kesehatan di RS Omni Internasional. Tulisannya tersebar luas di internet, dari milis ke milis.
Atas kejadian itu, pihak rumah sakit merasa dicemarkan nama baiknya hingga melaporkan ke pihak kepolisian. Pihak RS melayangkan dua gugatan, pidana dan perdata kepada Prita pada September 2008.
Prita pun sempat dijatuhi vonis hukuman 6 bulan penjara juga denda lebih dari Rp 204 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten.
Prita divonis melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 310 Ayat (2) KUHP, atau Pasal 311 Ayat (1) KUHP.
Setelah menempuh jalan panjang, hingga Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, akhirnya pada 17 September 2012 Prita dinyatakan tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik yang dituduhkan.
Dengan putusan ini, vonis yang dijatuhkan oleh PN Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten gugur.