kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Denny tunjuk sendiri dua vendor "Payment Gateway"


Kamis, 26 Maret 2015 / 21:10 WIB
Denny tunjuk sendiri dua vendor
ILUSTRASI. Twibbon Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Polri semakin tegas mengungkap kesalahan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dalam perkara dugaan korupsi sistem payment gateway. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, Denny menunjuk langsung dua vendor untuk mengoperasikan sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik tersebut.

"Dia merancang dan memiliki inisiatif untuk melibatkan dua vendor sistem itu," ujar Rikwanto di kantornya, Kamis (26/3) sore.

Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia. Dalam keterangan sebelumnya, Rikwanto memang tidak spesifik menjelaskan hubungan Denny dengan kedua vendor. Rikwanto hanya mengatakan bahwa Denny dan kedua vendor itu memiliki hubungan spesifik.

Namun, saat ditanya lebih lanjut soal apakah kedua vendor tersebut terhubung dengan Denny secara pribadi, Rikwanto enggan menjawabnya. Dia mengatakan, penyidiklah yang lebih berwenang menjawab hal tersebut.

Kedua vendor itu membuka satu rekening untuk menampung uang pembayaran pembuatan paspor. Penyidik menganggap hal itu menyalahi aturan karena uang mengendap di rekening dua vendor terlebih dahulu, baru disetorkan ke bendahara negara. Seharusnya, uang itu langsung ke kas negara.

Penyidik, lanjut Rikwanto, masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu, yakni mencapai Rp 32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.

Denny pun dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Rikwanto menambahkan, bukan tak mungkin ada pihak yang akan dijadikan tersangka lain. Soal siapa yang akan dijadikan tersangka, Rikwanto meminta masyarakat bersabar karena penyidik masih memprosesnya.

Bantahan Denny Indrayana

Kuasa hukum Denny Indrayana membantah ada kejanggalan dalam penunjukan dua vendor.

"Tidak ada suap, kickback, gratifikasi, atau dana dalam bentuk apa pun yang mengalir dari Doku dan/atau Finnet kepada pejabat Kemenkumham, khususnya Menkumham dan Wamenkumham ataupun pejabat lainnya terkait pelaksanaan pembayaran elektronik ini," demikian pernyataan kuasa hukum Denny dalam keterangan tertulis.

Selain itu, kuasa hukum Denny Indrayana juga membantah adanya kerugian negara dalam kasus ini.

"Hasil pemeriksaan BPK pada 30 Desember 2014 sama sekali tidak menyatakan ada kerugian negara. Angka Rp 32,4 miliar yang sering disebutkan bukan kerugian negara, melainkan menurut BPK justru adalah penerimaan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang disetorkan ke kas negara," tulis kuasa hukum Denny. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×