Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perselisihan antara koalisi pemerintah dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM), menuai kritik sejumlah kalangan. Salah satunya dilontarkan oleh Andrinof Chaniago, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia.
Menurut Andrinof, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan partai Demokratnya dan PKS hanya sama-sama mempolitisasi wacana kenaikan harga BBM. Sikap politik seperti itu justru bisa menciptakan masalah baru buat rakyat.
Untuk itu, Andrinof menyarankan, pemerintah seharusnya tidak mempolitisasi sendiri kebijakannya. Pemerintah harus mengambil kebijakan yang hanya menimbulkan sedikit masalah bagi rakyat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Bentuk kebijakannya, kata Andrinof, bisa menaikkan harga BBM bersubsidi tidak lebih dari 15% dan tidak perlu membuat program kompensasi. “Buat apa program kompensasi kalau negara masih harus mengeluarkan dana Rp 31 triliun dan ditambah dampak buruk terhadap mental masyarakat yang menjadi terbiasa dengan bantuan konsumtif atau uang tunai. Ini semakin melemahkan bangsa,” kata Andrinof kepada KONTAN, Jumat (14/6).
Di sisi lain, bagi PKS, Andrinof menyarankan agar partai dakwah tersebut bisa mengoreksi kelemahan dari kebijakan yang akan diambil pemerintah, tapi dengan tujuan benar-benar mencari pilihan terbaik untuk rakyat.
Sejatinya, dalam wacana kenaikan harga BBM, PKS tidak punya hak menentukan kebijakan pemerintah. Hak ini, menurut Andrinof, sepenuhnya milik Presiden SBY sebagai wakil pemerintah, tentunya dengan persetujuan DPR.
Menurut dia, hak PKS hanya sebatas hak politik, atau hak untuk menunjukkan sikap politik bukan hak menentukan kebijakan. Yang menentukan adalah presiden dan secara politik tergantung besarnya dukungan partai lain yang ada di fraksi-fraksi DPR. “Nanti tinggal hitung suara saja antara blok yang pro dan blok kontra kenaikan harga BBM di DPR. Tapi, lebih baik ada blok alternatif,” ungkap Andrinof.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News