Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kementerian Keuangan (Kemkeu) berencana melebarkan defisit anggaran dalam revisi Anggaan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang rencananya diajukan Mei atau Juni mendatang. Rencananya, defisit tersebut akan dilebarkan hingga 2,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara mengatakan, pelebaran defisit tersebut merupakan dampak risiko fiskal yang timbul atas kondisi tahun lalu, yaitu realisasi penerimaan pajak mengalami shortfall.
Tak hanya itu, kondisi tahun ini juga kembali memunculkan risiko fiskal, yaitu harga minyak mentah yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diasumsikan pemerintah dalam APBN 2016 sebesar US$ 50 per barel.
Pihaknya telah menghitung, adanya pelebaran defisit tersebut akan menambah pembiayaan pemerintah tahun ini. "Penambahan defisit itu berarti ada tambahan pembiayaan Rp 45 triliun," kata Suahasil dalam acara peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2015 di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (27/4).
Menurut Suahasil, dari tambahan pembiayaan tersebut sebesar Rp 19 triliun diantaranya akan dipenuhi dari saldo anggaran lebih (SAL) pemerintah. Sementara itu lanjut Suahasil, sisanya sekitar Rp 27 triliun akan dipenuhi dari utang.
Dalam APBN tahun ini, pemerintah telah mematok defisit anggaan sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,15% dari PDB. Defisit tersebut, rencananya akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) gross Rp 542 triliun, penarikan pinjaman luar negeri non SLA sebesar Rp 69,2 triliun serta penarikan pinjaman dalam negeri senilai Rp 3,7 triliun.
Sayangnya Suahasil belum menjelaskan lebih jauh asal tambahan pembiayaan dari pelebaran defisit tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News