kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Defisit BPJS Kesehatan terus terjadi, ini saran mengatasinya


Senin, 30 September 2019 / 09:51 WIB
Defisit BPJS Kesehatan terus terjadi, ini saran mengatasinya
ILUSTRASI. Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Noverius Laoli

Di sisi lain, Erfen mengoreksi arah kebijakan kesehatan pemerintah. Menurutnya, keberadaan BPJS Kesehatan juga harus dibarengi dengan sinergi bersama pihak swasta.

“Artinya, anggaran pemerintah untuk membangun faskes seperti Puskesmas dan RS dan pengadaan tenaga PNS sampai Ambulans, itu bisa disalurkan ke klinik swasta yang telah ada, gunakan mereka. Di Australia seperti itu, pemerintah memanfaatkan keberadaan klinik swasta ini, perusahaan swasta didorong berkontribusi terhadap kelengkapan Faskes di wilayah operasional mereka, dengan iming-iming pengurangan pajak,” kata Erfen.

Baca Juga: Siloam (SILO) Ditargetkan Menjadi Penopang Bisnis Grup Lippo

Selain itu, dia mendorong agar pemerintah mendorong kebijakan dokter keluarga. Singkatnya, dokter umum yang selama ini ada harus melengkapi kemampuan spesialisasi sehingga penanganan pasien cukup di faskes paling awal.

“Kalau di Belanda, 80% pasien ditangani dokter keluarga yaitu dokter umum dengan kemampuan spesialisasi, sehingga tidak membebani klaim dengan penanganan dokter spesialis. Di sini, defisit BPJS juga disumbang banyaknya klaim dokter spesialis yang semuanya rujukan dari dokter umum,” kata Erfen.

Dia menilai persoalan utama BPJS Kesehatan bukan sekadar soal iuran yang mesti dikerek, melainkan pembenahan mental para pemangku kepentingan. “Jadi mau aturan atau tarifnya seperti apa, jika ada mental mencari untung sendiri, susah. Apalagi mental korup yang juga mengincar dana kesehatan,” tutup Erfen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×