Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menurunkan batas maksimal defisit kumulatif dan pembiayaan utang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75 Tahun 2024.
Berdasarkan PMK tersebut, batas maksimal defisit APBD tahun 2025 ditetapkan sebesar 0,20% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan batas tahun 2024 yang mencapai 0,24% dari PDB.
Ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia (Core), Yusuf Rendy Manilet, menilai bahwa penurunan batas defisit tersebut mencerminkan sikap pemerintah yang lebih berhati-hati dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global pada tahun 2025.
Baca Juga: Sri Mulyani Pangkas Defisit APBD dan Pembiayaan Utang 2025 Menjadi 0,20% PDB
Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi perlambatan ekonomi global yang dapat berdampak pada perekonomian nasional dan daerah.
“Risiko resesi di beberapa negara maju, ketegangan geopolitik yang masih berlangsung, serta fluktuasi harga komoditas menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam menurunkan batas defisit dan pinjaman,” ujar Yusuf, Senin (4/11).
Pemerintah bertujuan menjaga stabilitas fiskal dengan tetap mempertahankan defisit di bawah 3% dari PDB, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Kebijakan ini diharapkan sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap kuat meskipun ketidakpastian global masih berlanjut.
Dalam konteks ini, pemerintah daerah diimbau untuk berhati-hati dalam mengelola pembiayaan dan tidak terlalu bergantung pada utang. Yusuf menekankan pentingnya optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) dan efisiensi belanja sebagai alternatif pembiayaan dengan batas defisit yang lebih rendah.
Baca Juga: Airlangga Sebut Kenaikan Tarif PPN 12% Masih Dibahas Sri Mulyani
“Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pinjaman sambil tetap menjaga kualitas pembangunan daerah,” tambahnya.
Yusuf juga menilai kebijakan ini realistis, mengingat kapasitas fiskal di sejumlah daerah telah membaik pasca pandemi. Pengalaman dalam mengelola keuangan selama krisis diharapkan menjadi bekal bagi pemerintah daerah dalam merencanakan anggaran secara lebih hati-hati.
Namun, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah daerah dalam beradaptasi dan mengembangkan inovasi pembiayaan alternatif.
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disebut sebagai strategi yang dapat membantu menjaga kesinambungan pembangunan tanpa membebani keuangan daerah secara berlebihan.
Baca Juga: Daya Beli Lesu, Airlangga Dorong Perpanjangan Insentif PPN DTP Perumahan di 2025
Perubahan batas defisit dan pinjaman ini diharapkan sejalan dengan kondisi ekonomi pada 2025, serta memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas fiskal yang lebih baik.
Selanjutnya: Rupiah Jisdor Melemah 0,18% ke Rp 15.751 Per Dolar AS Pada Senin 4 November 2024
Menarik Dibaca: Bunga Deposito BTN Tertinggi 5,00% di Bulan November 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News