Reporter: Bambang Rakhmanto, Rika | Editor: Edy Can
JAKARTA. Gara-gara gejolak harga minyak, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 mulai terlihat membengkak. Kuartal pertama 2011 belum lagi berakhir, pemerintah mencatat defisit APBN 2011 sudah mencapai 1,78% dari produk domestik bruto (PDB). Padahal sepanjang tahun ini pemerintah mematok target defisit APBN sebesar 1,8% dari PDB.
Toh, Menteri Keuangan Agus Martowardojo tetap yakin, defisit anggaran tahun ini tidak akan menembus 2% dari PDB. "Walaupun terjadi pergerakan terhadap harga minyak, defisit itu tidak akan tembus 1,86%," ujar Agus, akhir pekan lalu.
Yang paling banyak pengaruhnya terhadap defisit APBN tahun ini adalah belanja subsidi energi. "Namun kami belum dapat dihitung berapa realisasi belanja subsidi energi," timpal Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Askolani. Ia menambahkan, asumsi defisit bisa saja berubah nanti. Tapi itu tergantung usulan pemerintah dalam APBN Perubahan di Juni 2011 mendatang.
Askolani menjelaskan, beberapa faktor dominan yang mempengaruhi perubahan defisit APBN adalah asumsi ekonomi makro utamanya harga minyak mentah Indonesia (indonesia crude price/ICP), produksi (lifting) minyak, dan kurs rupiah. Selain itu, ada juga potensi tambahan belanja pemerintah.
Namun, hingga sekarang ini Kementerian Keuangan belum menganggap asumsi APBN perlu direvisi. Misalnya, asumsi ICP yang masih sebesar US$ 80 per barel. Padahal, ICP pada 14 Maret lalu sudah menyentuh US$ 113,03 per barel.
Menurut Agus, APBN masih aman dengan harga ICP hingga US$ 100 per barel asalkan rupiah menguat hingga Rp 8.800 per dollar AS dan volume kuota BBM bersubsidi masih terjaga 38,6 juta kiloliter. "Dengan begitu defisit tidak lebih dari 2%," jelasnya.
Tapi ia mengakui, harga ICP akan melebihi target APBN 2011. "Harga rata-rata akan di atas US$ 80 per barel, di atas asumsi APBN," ujar Agus.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2008, harga minyak mentah dunia pernah melampaui US$ 140 per barel. Kala itu, harga ICP pada Juli 2008 mencapai rata-rata US$ 134,96 per barel. Namun Kemenkeu mencatat, harga rata-rata ICP pada tahun 2008 masih US$ 97 per barel.
Defisit tinggi asal sehat
Selain itu, pemerintah sudah mengkaji perubahan indikator migas pada APBN 2011 berdasarkan sensitivitas anggaran. Pemerintah menghitung pengeluaran dan penerimaan tambahan dengan kenaikan harga minyak.
Dalam kajian itu, kenaikan harga minyak sebenarnya masih berdampak positif. Artinya, pendapatan migas tetap masih lebih besar daripada pengeluarannya. Namun, defisit anggaran menjadi naik karena ada tambahan belanja pendidikan.
Kajian itu juga menyatakan, simulasi penurunan lifting minyak dan penguatan nilai tukar rupiah serta harga ICP hingga rata-rata US$ 90-US$ 100 tidak terlalu berdampak signifikan pada kenaikan defisit APBN 2011.
Meski begitu, pengamat ekonomi Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa menilai, defisit APBN sebesar 1,78% saat ini sudah terlalu tinggi. “Karena ini masih awal tahun. Saya tidak tahu perhitungan dari pemerintah bagaimana sehingga bisa sebesar itu di awal tahun,” tuturnya.
Namun, defisit sebenarnya tidak akan menjadi masalah yang berbahaya, asalkan tak terlalu besar. Meski tidak ada pakem berapa angka defisit yang ideal bagi sebuah negara, Purbaya berharap defisit APBN 2011 ini tidak lebih dari 3%. "Karena itu, ada ketentuannya di undang-undang," ujarnya.
Ia menambahkan, sebetulnya asumsi defisit APBN sebesar 2% sudah bagus. Tapi yang lebih penting lagi adalah penggunaannya yang harus jelas. "Misalnya untuk membangun infrastruktur atau sarana yang lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Purbaya menilai APBN sejauh ini masih tergolong sehat. "Karena masih mampu membayar setiap transaksi dan semua program pemerintah".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News