kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Terkait lonjakan harga minyak, pemerintah janji defisit APBN tidak lebih dari 2%


Kamis, 24 Februari 2011 / 20:29 WIB
Terkait lonjakan harga minyak, pemerintah janji defisit APBN tidak lebih dari 2%
ILUSTRASI.


Reporter: Hans Henricus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat rentan terhadap defisit akibat gejolak harga minyak mentah dunia. Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo berjanji, jika terjadi defisit anggaran, angkanya tidak akan lebih dari 2%.

Saat ini, pemerintah menetapkan defisit anggaran sebesar 1,8% dalam APBN 2011. "Kita mempersiapkan risiko fiskal kalau seandainya ini terus terjadi, tentu kita menyiapkan bagaimana implikasinya kepada anggaran," ujar Agus usai mendampingi Wakil Presiden Boediono bertemu Menteri Keuangan Perancis Christine Lagarde di Istana Wapres, Kamis (24/2).

Menurutnya, defisit anggaran tidak akan lebih dari 2% lantaran masih ada asumsi yang konserfatif dalam APBN 2011. "Contohnya asumsi pertumbuhan ekonomi akan lebih baik dari yang rencanakan, mungkin exchange rate kita lebih baik dari yang kita rencanakan,” katanya.

Sebagai informasi, dalam APBN 2011, asumsi nilai tukar Rp 9.250 per US dollar, sedangkan harga di pasaran masih di kisaran Rp 8.900 per US dollar. Dengan asumsi harga minyak mencapai US$ 80 per barel dengan lifting minyak 970 ribu barel per hari.

Agus mengatakan, secara umum hingga saat ini kondisi APBN masih baik. Namun, APBN bisa terpengaruh lantaran gejolak harga minyak mentah, produksi minyak mentah (lifting) tidak mencapai target, dan rencana pengaturan BBM bersubsidi terkendala.

Bahkan, kata Agus, jika pembatasan BBM bersubsidi batal dilakukan tahun ini, maka akan menimbulkan resiko fiskal sebesar Rp 3 hingga Rp 6 triliun selama satu tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×