kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.380.000   40.000   1,71%
  • USD/IDR 16.676   -36,00   -0,22%
  • IDX 8.522   -48,37   -0,56%
  • KOMPAS100 1.180   -7,88   -0,66%
  • LQ45 857   -6,19   -0,72%
  • ISSI 299   -0,47   -0,16%
  • IDX30 443   -3,74   -0,84%
  • IDXHIDIV20 513   -5,47   -1,05%
  • IDX80 133   -0,97   -0,73%
  • IDXV30 136   -0,47   -0,35%
  • IDXQ30 142   -1,30   -0,91%

Data Petani Tak Akurat, Penyerapan Pupuk Bersubsidi Menurun


Selasa, 25 November 2025 / 20:57 WIB
Data Petani Tak Akurat, Penyerapan Pupuk Bersubsidi Menurun
ILUSTRASI. Petani menaburkan pupuk bersubsidi jenis urea saat musim tanam ketiga di lahan sawah desa Tempurejo, Ngawi, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/bar


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perrsoalan klasik pupuk bersubsidi kembali mencuat. Di tengah penambahan alokasi setiap tahun, penyerapannya terus menurun.

Pemerintah, akademisi, dan pengamat pertanian menilai sumber masalahnya bukan sekadar teknis distribusi. Tapi terletak pada ketidakakuratan data petani yang menjadi dasar seluruh perhitungan subsidi.

Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Badan Pusat Statistik (BPS), Eko Marsoro menggambarkan, kondisi penerima subsidi yang masih timpang. Berdasarkan hasil Sensus Tani 2023, mayoritas penerima memang berasal dari kelompok petani kecil.

Sekitar 38,39% merupakan petani dengan lahan kurang dari satu hektare (ha) dan 34,59% petani dengan lahan 1 ha–1,99 ha. "Namun kenyataannya, petani dengan lahan lebih dari dua ha masih ikut menikmati subsidi, dengan komoditas yang bermacam-macam,” papar Eko, Senin (24/11). 

Eko menambahkan, pupuk menyumbang sekitar 9,43% dari total ongkos budidaya padi per musim tanam. Sehingga sasaran yang tidak tepat sangat berpengaruh terhadap beban petani kecil.

Baca Juga: Prabowo Heran Ada Subsidi Pupuk Hingga Alat Pertanian tapi Harga Pangan Mahal

Dari sisi pemerintah, Direktur Pupuk Kementerian Pertanian, Jekvy Hendra, menyampaikan, sistem elektronik untuk mengelola rencana kebutuhan kelompok tani (e-RDKK) agar penyaluran pupuk bersubsidi lebih tepat sasaran dan meminimalkan penyimpangan, masih menjadi basis penentuan penerima subsidi.

Mekanisme ini sebenarnya telah dibenahi dengan fitur pemantauan penebusan pupuk secara real-time, pembaruan data yang dapat dilakukan sepanjang tahun, serta percepatan kontrak pengadaan. “Kuota maksimal yang dapat ditebus petani dibatasi oleh dosis rekomendasi di e-RDKK. Kami juga membuka ruang realokasi bila ada wilayah yang serapannya rendah maupun tinggi,” jelasnya.

Meski demikian, pembaruan sistem belum menjawab seluruh persoalan. Data lapangan menunjukkan bahwa proses pendataan masih cenderung manual, tidak merata, dan minim standardisasi.

Pengamat pertanian dari Asosiasi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, melihat persoalan jauh lebih mendasar. Ia menyebut masih banyak petani yang justru tidak tersentuh subsidi.

“Sebanyak 30–40% petani padi, jagung, dan kedelai tidak menerima pupuk bersubsidi. Hanya 38,5% penerima yang berasal dari kelompok pendapatan 40% terbawah,” ujarnya. Artinya, mayoritas penerima justru datang dari kelompok pendapatan menengah ke atas—kondisi yang membuat tujuan subsidi menjadi kabur.

Sorotan serupa datang dari Faroby Falatehan, Ketua Prodi Manajemen Pembangunan Daerah IPB University. Ia  menyebut, ketidakakuratan data sebagai akar masalah.

Menurutnya, ketidaktepatan ini terlihat dari tren penurunan serapan pupuk bersubsidi dalam tiga tahun terakhir. Pada 2023, serapan tercatat 79% dari alokasi 7,85 juta ton, turun menjadi 77% pada 2025 dari alokasi 9,55 juta ton. Hingga September 2025, pupuk yang terserap baru 5,53 juta ton atau sekitar 58%. “Ini menunjukkan ada persoalan struktural pada proses pendataan dan penetapan kebutuhan,” katanya.

Baca Juga: Mentan Bakal Cabut Izin 2.039 Kios Distribusi Pupuk Subsidi yang Jual Harga Mahal

Hasil survei Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) IPB menunjukkan ketidaksesuaian data di berbagai aspek. Ada perbedaan hingga 68% antara data petani dalam dokumen kependudukan dan petani yang benar-benar berprofesi sebagai petani.

Sebanyak 12% petani belum tergabung kelompok tani, 32% tidak masuk RDKK meski berhak, dan 66% data luas lahan tidak sesuai dengan kondisi aktual. Selain itu, proses pendataan di desa sebagian besar hanya bergantung pada ketua kelompok tani, yang menurut responden, pembaruan datanya hanya dilakukan setahun sekali. Masalah administrasi seperti data kependudukan yang tidak valid pun masih banyak ditemui.

Faroby menegaskan, kondisi ini berdampak langsung terhadap akurasi kuota dan realisasi. Kesalahan data lahan, data komoditas, hingga status petani menyebabkan pupuk tidak selalu disalurkan kepada mereka yang berhak. Di sisi lain, wilayah dengan serapan rendah sering dianggap tidak membutuhkan pupuk, padahal masalahnya bukan pada kebutuhan, melainkan data penerima yang tidak lengkap.

Di tengah kondisi tersebut, sejumlah rekomendasi muncul untuk memperbaiki dasar pendataan. Pemerintah  perlu menyusun aturan khusus pendataan petani penerima subsidi, membentuk lembaga pendataan yang lebih independen atau ad-hoc, serta menambah dukungan anggaran untuk pemutakhiran data. Pembinaan administrasi kepada kelompok tani serta pemetaan lahan berbasis spasial juga dinilai penting untuk menghasilkan data yang kredibel.

Perbaikan data menjadi syarat mutlak agar prinsip 7T—tepat sasaran, tepat jumlah, tepat jenis, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutubenar-benar dapat diterapkan. Tanpa itu, peningkatan alokasi pupuk bersubsidi hanya akan menjadi angka di atas kertas. Sementara petani kecil tetap menanggung beban biaya produksi yang semakin berat.

Selanjutnya: Perluas Pasar, Great Eastern Gandeng OCBC Hadirkan Produk Travel Insurance GEGI

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (26/11), Hujan Sangat Lebat Guyur Provinsi Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×