kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.926.000   -27.000   -1,38%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Data pangan BPS jadi acuan kebijakan, ini saran pengamat pertanian IPB


Kamis, 09 Januari 2020 / 21:16 WIB
Data pangan BPS jadi acuan kebijakan, ini saran pengamat pertanian IPB
ILUSTRASI. Para petani merontokkan padi dengan cara manual di desa Trawas, Mojokerto Jawa Timur, Minggu (12/11). Berdasarkan data BPS kabupaten jawa Timur mampu menghasilkan 314.599.90 ton padi dengan luas lahan 51.335 hektar./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/11/11/20


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) soal pangan masih ada kelemahannya. Untuk itu, BPS harus bisa melengkapi data komoditas pangan strategis jika dipergunakan sebagai acuan data kebijakan pangan nasional.

"Iya data yang potensi impor tinggi, gejolak terhadap inflasi tinggi perlu segera diambil alih BPS," ujar Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas saat dihubungi kontan.co.id, Kamis (9/1).

Dwi bilang saat ini data produksi BPS hanya mencakup komoditas padi dan jagung. Sementara itu komoditas pangan strategis lainnya yang harus dipenuhi merupakan komoditas pangan yang rentan impor serta berpengaruh besar dalam inflasi.

Antara lain seperti gula, bawang putih, daging, hingga cabai. Meski masih harus menambah kelengkapan data, Dwi yakin hal itu dapat dipenuhi. "Data produksi beras dan jagung tidak mudah, jadi yang lainnya pasti bisa," terang Dwi.

Dwi juga menyampaikan, penggunaan data BPS sebagai acuan merupakan langkah yang tepat. Hal itu akan membuat kebijakan yang diambil lebih tepat.

Pasalnya selama ini data sektoral dinilai memiliki bias. Setiap kementerian sektoral yang melakukan pendataan akan merujuk pada pencapaian tugasnya.

BPS juga perlu diperkuat untuk memenuhi kebutuhan data. Perlu ada suntikan anggaran serta teknologi lainnya untuk membuat BPS semakin baik dalam mengumpulkan data.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo memastikan tidak akan ada lagi masalah perbedaan data pangan. Ia mengatakan data pangan kini sudah mengacu pada satu data, yaitu dari BPS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×