Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasca-serangan rudal Tomahawk Amerika Serikat (AS), harga minyak dunia dilaporkan langsung melonjak naik lebih dari 2% menuju titik tertingginya selama satu bulan terakhir.
Usai serangan, harga minyak dunia naik hingga US$ 56 per barel. Namun hari ini, Senin (4/10) harga minyak terpantau sudah kembali turun di angka US$ 52 per barel.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, harga minyak yang sempat naik ini hanya sementara. Oleh karena itu, ia masih belum ingin berspekulasi akan kenaikan harga minyak dunia.
“Tidak usah spekulasi dulu. Kita lihat saja, masih ada (kenaikan) atau tidak kan kita tidak tahu,” ucapnya saat ditemui di kantornya, Senin (10/4).
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, kenaikan harga minyak dunia saat ini akan berdampak pada penyesuaian harga jual bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
"Karena ini masih tiga bulan, kita masih punya tantangan Lebaran. Masih ada tantangan juga di harga minyak internasional bagaimana dampaknya kepada inflasi di Indonesia," kata Mirza.
Namun demikian, Darmin mengatakan, apabila pemerintah bisa mengendalikan harga pangan sepanjang tahun, maka inflasi yang ditargetkan 4% pada tahun ini bisa tercapai meski ada tekanan dari kenaikan harga BBM dan listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News