Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program pengampunan pajak atau tax amnesty akan bergulir lagi. Pemerintah bakal menghelat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak alias pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II mulai 1 Januari 2021 hingga 30 Juni 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengimbau, para wajib pajak (WP) untuk mengikuti PPS ini. Terkhusus untuk para pengemplang pajak, Sri Mulyani dengan tegas meminta kesediaan mereka untuk mengungkapkan dosa pajak agar tak merogoh kocek lebih dalam untuk membayar sanksi jika kedapatan berbuat curang lagi.
“Daripada enggak berkah hidupnya, sudahlah ikut saja. Daripada tidak berkah dan daripada kemungkinan bayar sanksi hingga 200%. Sudah diberi kesempatan,” tuturnya, Jumat (17/12).
Sri Mulyani kemudian kembali menjelaskan kebijakan dan mekanisme denda dari PPS ini. Pertama, wajib pajak yang sudah ikut pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) tahun 2016 silam kalau ingin mengungkapkan harta yang belum diungkapkan, maka dikenakan tarif 11% untuk harta di luar negeri.
Baca Juga: Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlaku awal 2022, aturan turunan diharmonisasi
Kemudian tarif 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukkan dalam investasi energi terbarukan.
Nah, kalau mereka tidak segera mengungkapkan hartanya dalam PPS ini, maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif 25% untuk WP Badan, 30% untuk WP orang pribadi, serta 12,5% untuk WP tertentu. Ditambah lagi, ada sanksi sebesar 200% untuk aset yang kurang diungkap.
Kedua, wajib pajak yang mengungkapkan hartanya di tahun 2016 hingga 2020 tetapi belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020, wajib membayar PPh final sebesar 18% untuk harta di luar negeri. Kemudian sebesar 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri sert adimasukan dalam investasi energi terbarukan.
Kalau tidak mengungkap harta berdasarkan kebijakan ini, maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif 30% dan aset yang kurang diungkap akan dikenai sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.
Sri Mulyani mewanti-wanti masyarakat tak mangkir dari kewajiban pajaknya. Pasalnya, pemerintah akan bisa melacak di mana saja harta yang disembunyikan.
Apalagi, sekarang pemerintah akan mengintegrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk mempermudah administrasi perpajakan.
Tambah lagi, pemerintah ia juga sudah mengantongi kerja sama Automatic Exchange of Information (AEoI) sehingga bisa memburu harta yang disembunyikan di negara manapun.
Baca Juga: Agar lega, Sri Mulyani sarankan pengemplang pajak ikut program pengungkapan sukarela
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News