kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.707.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.380   0,00   0,00%
  • IDX 6.587   -162,51   -2,41%
  • KOMPAS100 967   -29,75   -2,98%
  • LQ45 748   -22,23   -2,89%
  • ISSI 205   -6,09   -2,88%
  • IDX30 388   -11,53   -2,89%
  • IDXHIDIV20 468   -13,99   -2,90%
  • IDX80 109   -3,42   -3,04%
  • IDXV30 115   -3,45   -2,91%
  • IDXQ30 127   -4,24   -3,22%

Danantara, Harapan Baru atau Risiko Besar bagi Ekonomi Indonesia?


Rabu, 26 Februari 2025 / 05:19 WIB
Danantara, Harapan Baru atau Risiko Besar bagi Ekonomi Indonesia?
Gedung kantor Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara di kawasan Cikini, Jakarta (24/2/2025). . Pemerintah secara resmi membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin (24/2).


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah secara resmi membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin (24/2). Lembaga ini bertugas mengelola aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan total nilai mencapai US$ 900 miliar atau setara Rp 14.715 triliun. 

Pemerintah berharap kehadiran Danantara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan.

Namun, sejumlah ekonom menilai bahwa pembentukan Danantara membawa risiko yang lebih besar dibandingkan manfaatnya. 

Baca Juga: Ini Nilai Kekayaan Bersih yang Mendefinisikan Kelas Atas, Menengah, dan Bawah

Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, mengungkapkan bahwa salah satu risiko utama adalah berkurangnya penerimaan negara dari dividen BUMN dalam jangka pendek. 

Kondisi ini berpotensi memberikan tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, risiko lain yang perlu diantisipasi adalah utang serta kemungkinan kegagalan investasi. Jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan cermat, Danantara justru bisa menjadi beban bagi keuangan negara. 

Baca Juga: Danantara Akan Investasi, Kementerian ESDM Lakukan Pemetaan Hilirisasi Mineral

Pemerintah sebelumnya mengalokasikan hasil efisiensi anggaran sebesar Rp 308 triliun atau setara miliaran dolar AS dalam bentuk tabungan negara untuk Danantara. Dana ini akan digunakan untuk berinvestasi dalam lebih dari 20 proyek nasional.

Proyek-proyek yang diprioritaskan mencakup sektor hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga, pembangunan pusat data dan kecerdasan buatan, pembangunan kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur, serta energi terbarukan. 

Pemerintah menilai investasi ini dapat menciptakan nilai tambah tinggi serta mendukung kemandirian ekonomi nasional.

Meski demikian, terdapat kekhawatiran bahwa jika Danantara terlalu berorientasi pada keuntungan, dampaknya bisa mengancam subsidi bagi masyarakat. Deni menilai, dengan kondisi fiskal yang terbatas dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5%, ruang investasi yang tersedia menjadi semakin terbatas. 

Oleh karena itu, wajar jika Danantara hanya memfokuskan investasi di dalam negeri.

Baca Juga: Dirut BNI Royke Tumilaar Pastikan Danantara Tak Gunakan Uang Simpanan Masyarakat

Deni juga menekankan bahwa keberhasilan Danantara bergantung pada pengelolaan yang baik. Jika tidak dikelola dengan optimal, lembaga ini bisa menjadi beban negara, sebagaimana yang terjadi pada beberapa Sovereign Wealth Fund (SWF) di negara lain, seperti 1MDB di Malaysia, Russian National Wealth Fund, dan Libyan Investment Authority (LIA). 

Kendati demikian, karena masih dalam tahap awal, masih terdapat ruang untuk perbaikan.

Pandangan serupa disampaikan oleh ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Ia menilai, dalam jangka panjang, Danantara memiliki potensi besar. Namun, dengan aset yang sangat besar, Danantara perlu menjaga likuiditas, terutama pada aset jangka pendek.

Menurut Wijayanto, tantangan besar yang dihadapi Danantara adalah terbatasnya pilihan investasi yang tersedia. Pasar modal Indonesia saat ini dianggap kurang menarik, dengan banyak investor lebih memilih Surat Berharga Negara (SBN) yang menawarkan imbal hasil lebih dari 7% dengan risiko yang hampir nol.

Sementara itu, di pasar saham, total saham yang dianggap layak investasi hanya mencakup kurang dari 0,2% dari FTSE Global Equity Index Series (FTSE GEIS), membuat investor global hanya menempatkan porsi investasi yang sangat kecil di Indonesia.

Baca Juga: Gabung Danantara, OJK Tegaskan Bank BUMN Wajib Berkinerja Baik

Situasi ini semakin diperburuk dengan dikeluarkannya beberapa emiten besar dari perhitungan indeks FTSE GEIS akibat dugaan manipulasi harga saham. Kondisi ini semakin memperkecil daya tarik pasar modal Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Dengan berbagai tantangan yang ada, keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada strategi pengelolaan yang efektif dan transparan. Jika tidak, lembaga ini bisa menjadi beban finansial bagi negara di masa mendatang.

Selanjutnya: Harga Minyak Anjlok 2% ke Level Terendah dalam Dua Bulan

Menarik Dibaca: Jangan Lewatkan Gift Code Ojol The Game 26 Februari 2025 Terkini Berikut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×