Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan mengungkap hingga Oktober 2019, masih terdapat dana daerah yang mengendap di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp 261 triliun. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun akan mengevaluasi kinerja penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah.
“Data Kemenkeu menjadi bahan evaluasi kami tentunya. Tapi saya ingin katakan bahwa itu di luar kesengajaan pemda,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin saat ditemui usai Malam Penghargaan Indeks Kelola APBD 2019, Kamis (28/11).
Baca Juga: Sebanyak Rp 261 triliun dana daerah masih menumpuk di bank
Berdasarkan komunikasi yang dilakukan Kemendagri, ia menjelaskan, pemerintah daerah biasanya memiliki beberapa alasan dan argumentasi terkait dana daerah yang masih tertahan di bank.
Pertama, besarnya dana di RKUD pada periode Juli-September seringnya disebabkan pembayaran pajak oleh masyarakat yang meningkat jelang tenggat waktu. Pemda menyebut, masyarakat biasanya berlomba-lomba menyelesaikan pembayaran pajak mendekati batas waktu sehingga arus masuk kas daerah menjadi besar.
Kedua, Syarifuddin menjelaskan bahwa dana besar yang masih tersimpan di RKUD biasanya akibat anggaran untuk beberapa proyek besar belum ditarik, menunggu pekerjaan proyek tersebut selesai.
Baca Juga: Usulan anggaran DKI Jakarta tahun 2020 disepakati sebesar Rp 87,95 triliun
“Ada beberapa pekerjaan besar yang dilakukan pemda, utamanya yang modalnya kuat, itu mereka tidak mau tarik uang berkali-kali. Jadi di triwulan keempat saat pekerjaan selesai, baru uang ditarik,” terang dia.
Satu lagi yang kerap menjadi penyebab menumpuknya dana daerah di rekening kas umum ialah pengadaan pembangunan fisik di daerah yang dianggarkan bersamaan dengan pengadaan lahan. Seringnya, pembebasan tanah untuk pembangunan proyek membutuhkan waktu lama sehingga pembangunan proyek fisik pun terulur dan anggaran tidak tersalurkan.
“Mulai tahun depan, Kemendagri sudah mengatur soal ini, yaitu agar pembangunan proyek fisik yang membutuhkan pembebasan tanah tidak boleh dianggarkan sekaligus. Jadi tanahnya beres dulu, baru pemda boleh anggarkan pembangunan fisiknya,” tandas Syarifuddin.
Baca Juga: Penyaluran dana desa berbasis kinerja diharapkan makin meningkat
Adapun terkait dana daerah yang masih tersisa di RKUD sampai akhir tahun ini, Syarifuddin mengatakan, dana tersebut biasanya tidak murni Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Beberapa daerah menurutnya masih memiliki kewajiban bayar yang tertunda, misalnya lantaran proyek yang selesai terlalu dekat dengan akhir tahun dan belum dilakukan penarikan anggaran.
Untuk memeriksa itu, Kemendagri melakukan pemeriksaan terhadap neraca daerah untuk memastikan status sisa anggaran tersebut.
“Ada daerah yang kewajiban jangka pendeknya lebih besar dari SILPA. Artinya justru ada kekurangan di sana, karena belum sempat terbayar,” tuturnya.
Baca Juga: Tampik adanya desa fiktif, Kemendagri: Yang ada desa maladministrasi
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebelumnya mengungkapkan, terdapat sisa anggaran di dalam RKUD sebesar Rp 93 triliun pada tahun lalu. Suahasil berharap pemerintah daerah dapat mengoptimalkan anggarannya, terutama dana transfer dari pusat untuk pembangunan dan pelayanan publik di daerah masing-masing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News