kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak wabah virus corona bisa memicu resesi ekonomi, apa saran DPR?


Rabu, 11 Maret 2020 / 11:32 WIB
Dampak wabah virus corona bisa memicu resesi ekonomi, apa saran DPR?
ILUSTRASI. Calon penumpang kereta api membaca pamflet sosialisasi pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19) di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (9/3/2020).


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Kamrussamad menyatakan, tidak perlu menunggu adanya regulasi khusus yang mengatur mengenai pencegahan virus corona (COVID-19) untuk mengambil kebijakan.

Untuk saat ini, kata dia, masyarakat sangat perlu mengantisipasi terjadinya resesi ekonomi sejalan dengan meluasnya penyebaran virus ini.

"Hal yang utama sekali hari ini adalah bagaimana kita mengantisipasi kemungkinan besar resesi ekonomi terjadi. Jadi bukan lagi krisis ekonomi, tapi resesi ekonomi," ujar Samad di Gedung DPR RI, Selasa (10/3).

Baca Juga: Bursa Asia bergerak mixed, sejumlah indeks mulai menguat

Menurutnya, ancaman resesi ini dapat dilihat melalui beberapa indikator. Pertama, arus keluar masuk manusia atau imigrasi. Samad menuturkan, volume kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia menurun di atas 60%.

Kedua, arus barang masuk dan keluar atau ekspor-impor perdagangan. Ia menuturkan dalam 4 minggu terakhir ini volume ekspor dan impor perdagangan Indonesia juga menurun di atas 60%.

"Ketiga, fluktuasi bursa saham. Dua minggu yang lalu lebih dari Rp 500 triliun nilainya turun. Kalau dilihat, perusahaan-perusahaan besar nasional mengalami kerugian besar-besaran. Lalu Senin kemarin, itu drop lagi bursa kita sampai OJK harus mengeluarkan kebijakan relaksasi," jelasnya.

Baca Juga: Waduh, jumlah korban tewas di Italia melonjak 36% menjadi 631 orang akibat corona

Adanya berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini, dinilai sebagai sebuah pertanda bahwa sedang terjadi sesuatu di pasar saham.

Keempat, indikator sektor riil. Samad menuturkan, daya beli masyarakat baik di pusat perbelanjaan, hotel, ataupun restoran juga ikut menurun drastis akibat adanya virus ini.

Kelima, harga minyak yang anjlok dan menyentuh angka US$ 30 per barel. Anjloknya harga minyak ini disinyalir sejalan dengan kekhawatiran pasar terhadap pelambatan ekonomi global akibat virus Korona.

Baca Juga: Belajar dari China: Jangan biarkan pasien corona membayar tes ujicoba dan pengobatan

Pelambatan ekonomi global ini kemudian akan menurunkan permintaan minyak mentah sehingga harganya menjadi turun.

"Sepanjang 10 tahun terakhir ini adalah harga terendah di luar prediksi banyak orang. Jadi bukan lagi (ancaman) krisis ekonomi, tapi resesi ekonomi. Artinya resesi bisa berkepanjangan, tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan ini bisa terjadi," ungkap Samad.

Lebih lanjut, Samad mengatakan, ada beberapa hal yang perlu ditangani oleh pemerintah terkait dengan penyebaran virus corona. Pertama, melakukan pencegahan penyebaran dan antisipasi terhadap virus corona dengan pendekatan medis dan seluruh perangkatnya.

Baca Juga: Awas! Gejala virus corona baru muncul setelah lima hari pasca terinfeksi

Kedua, menangani dampak dari resesi ekonomi global terhadap kebutuhan masyarakat Indonesia. Ketiga, mempertimbangkan kembali pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja untuk saat ini.

"Mempertimbangkan kembali tidak apa-apa. Siapa juga investor yang mau masuk dalam keadaan kondisi global seperti ini? Siapa yang bisa menjamin mereka mau datang? Jadi kita harus realistis. Supaya tidak menimbulkan gejolak baru, masalah baru, tekanan baru," kata Samad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×