Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir, Jumat (28/9). Sofyan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Sosial Idrus Marham dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau 1.
“Hari ini diperiksa untuk pak Idrus,” terang Sofyan saat keluar dari Gedung KPK. Ia diperiksa lembaga antirasuah selama kurang lebih empat jam.
Sofyan mengatakn, dirinya menjawab semua pertanyaan KPK mengenai apa yang ia ketahui dalam kasus tersebut. “Sejumlah pertanyaan dari awal sudah dijawab dengan baik, mudah-mudahan apa yang saya sampaikan baiklah,” ujarnya.
Soal pertemuan dengan Direktur Perencanaan Strategis PLN Nicke Widyawati dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso, Sofyan mengakui adanya pertemuan. Namun Ia menampik pertemuan tersebut membahas proyek PLTU Riau-1.
“Itu hanya pembicaraan teknis tidak ada yang serius,” ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni eks Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes B. Kotjo, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited agar perusahaan tambang batubara itu dapat ikut serta dalam proyek PLTU Riau-1.
Sementara, Idrus Marham diduga mengetahui mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut dijanjikan menerima US$ 1,5 juta oleh Johannes Kotjo.
Ketiga tersangka tersebut kini ditahan KPK. Idrus Marham dijerat pasal 12 Undang-undang huruf atau b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP atau pasal 56 ke - 2 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Lalu, Eni dijerat Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Johannes Kotji dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News