kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Covid 19 belum puncak, BI prediksi ekonomi masih dibayangi kekahawatiran


Senin, 20 Juli 2020 / 17:35 WIB
Covid 19 belum puncak, BI prediksi ekonomi masih dibayangi kekahawatiran
ILUSTRASI. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti.


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 memang baru akan diumumkan awal Agustus, namun banyak yang memprediksi, ekonomi Indonesia akan tertekan.

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal II akan di kisaran minus 4%- minus 4,8%. Pandemi corona menjadi sebab. 

Proyeksi itu kurang lebih sama dengan median prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi, ekonomi kuartal II akan minus 3,5% sampai minus 5,1% dengan titik medin minus 4,3%.

Baca Juga: BI prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 minus 4,8%

"Indonesia akan mengalami masa  sulit, kuartal II 2020 Kemenkeu melihat (ekonomi akan) minus 4%, BI angkanya kurang lebih sama antara minus 4%-4,8% dengan U shape recovery relatif lambat," ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi virtual BPPK Kemenkeu, Senin (20/7). 

Ekonomi tumbuh melambat sebagai dampak dengan tingginya jumlah kasus positif baru virus corona. Bahkan, Indonesia sempat mencetak rekor tertinggi pertambahan kasus sekitar 2.600 kasus per hari. 

"Kalau melihat perkembangan covid-19 di Indonesia, belum terlihat puncak, masih meningkat dan per hari di atas 1.000 kasus terus untuk kasus baru," katanya. 

Sementara, jumlah pemeriksaan kesehatan melalui rapid test dari pemerintah baru mencapai 400 tes per satu juta penduduk Indonesia. Menurutnya, rapid tes harus ditingkatkan menjadi 1.000 tes per satu juta penduduk. 

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku pasar akan gelombang kedua virus corona di dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah lembaga internasional memperkirakan ekonomi dunia dan negara-negara masih tertekan akibat pandemi corona.  "Risiko masih sangat besar, ketakutan second wave (gelombang kedua) ada dan sudah terjadi di beberapa negara. Belum lagi, tensi geopolitik internasional antara AS dan China," kata dia. 

Menurut Destry, untuk mengantisipasi rendahnya pertumbuhan ekonomi, perlu dilakukan berbagai kebijakan untuk menggenjot ekonomi. Salah satunya dengan meningkatkan ekspor ke China. 

Menurut Destry, meski impor menurun, blessing in disguise (berkah) muncul dengan  ekspor komoditas yang masih cukup baik, antara lain:  batubara, besi baja naik. “China sekarang negara tujuan ekspor paling besar dan bisa dilihat ekonomi China masih tumbuh positif. Ini bisa ditingkatkan," jelasnya. 

Dari pasar dalam negeri, Indonesia bisa pertumbuhan dari sektor teknologi dan informasi. Menurutnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat tidak bisa terus menerus dilakukan. Dengan begitu, pembukaan aktivitas ekonomi menuju tatanan hidup baru (new normal) tetap perlu dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×