kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

CORE: Penerbitan obligasi merupakan pilihan utama yang dimiliki pemerintah


Rabu, 08 April 2020 / 17:43 WIB
CORE: Penerbitan obligasi merupakan pilihan utama yang dimiliki pemerintah
ILUSTRASI. Seorang melintas di depan videotron tentang pencegahan penyebaran Covid-19 di Sudirman, Jakarta, Rabu (01/04). Peneliti CORE menilai penerbitan obligasi merupakan pilihan utama yang dimiliki pemerintah. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menangani dampak dari virus corona (Covid-19) ke perekonomian nasional, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan tiga seri Surat Utang Negara (SUN) global berdenominasi US Dollar (USD Bonds) dengan total nominal US$4,3 miliar.

Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah melakukan pemangkasan anggaran belanja Kementerian/Lembaga (K/L) terkait yang dianggap kurang prioritas untuk direalokasikan. Rincian dari aturan ini pun tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020.

Baca Juga: Begini jurus Gubernur Ganjar menahan gelombang PHK di Jawa Tengah

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, penerbitan bond merupakan pilihan utama yang paling mungkin ditempuh oleh pemerintah di tengah situasi seperti sekarang ini. Berbeda halnya dengan kebijakan pemangkasan anggaran yang dianggap memiliki risiko.

"Kalau kita lihat dari proporsi anggaran belanja pemerintah pusat, belanja pegawai menjadi pos belanja terbesar atau 25% dari total belanja pemerintah pusat. Belanja pegawai itu diperuntukan untuk membayar gaji ASN, polisi, sampai TNI. Memangkas anggaran tentu akan berpotensi justru mengurangi daya beli pegawai pemerintah," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (7/4).

Menurutnya, pemangkasan anggaran merupakan langkah yang tidak bijak dilakukan di tengah pandemi dan perlambatan ekonomi seperti sekarang ini.

Sebagai alternatif lain, kata Yusuf, sebenarnya pemerintah dapat memangkas belanja modal yang diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur dengan catatan proyeknya belum sampai melewati fase lelang hingga tanda tangan kontrak.

Baca Juga: Penundaan proyek akibat wabah virus corona menggerus bisnis material bangunan

"Belanja modal dianggarkan pemerintah pada APBN 2020 sebesar Rp 209 triliun. Jika kita asumsikan pemerintah menghemat belanja modal sampai dengan Rp 150 triliun saja, itu sudah bisa menutupi 33% dari total insentif ketiga pemerintah yang senilai Rp 405 triliun," paparnya.

Namun, tentunya realokasi anggaran untuk infrastruktur ini akan membuat pengelola harus mencari sumber pembiayaan lain selain dari APBN, khususnya setelah pandemi ini berakhir. Selain itu, opsi ini juga akan membuat pembangunan infrastruktur tertunda lebih lama lagi.

Meski demikian, kata Yusuf, dengan tertundanya proyek infrastruktur di saat sekarang ini secara tidak langsung juga dapat mengurangi impor bahan pendukung, misalnya impor besi baja.

Baca Juga: Beban restrukturisasi kredit bisa menekan likuiditas perbankan

Jadi, setidaknya salah satu tekanan di dalam neraca perdaganggan bisa dihindari.

"Namun, menurut saya penundaan belanja infrastruktur pemerintah tidak akan sepenuhnya dilakukan pemerintah. Pembiayaan dari relokasi anggaran akan jauh lebih sedikit dibandingkan misalnya dengan penerbitan obligasi," kata Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×