kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,22   -11,30   -1.21%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Core: Indeks manufaktur Indonesia naik ditopang demand domestic


Selasa, 06 November 2018 / 19:13 WIB
Core: Indeks manufaktur Indonesia naik ditopang demand domestic
ILUSTRASI. Pekerja pabrik garmen


Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis oleh Nikkei dan IHS Markit, peringkat PMI Indonesia mengalami kenaikan menjadi peringkat ke tiga di ASEAN, walaupun pertumbuhannya marginal atau hanya sedikit di atas 50.

"Faktor pendorong Indonesia bisa naik yah karena demand domestic kita yang besar. Untuk ekspor dari awal tahun 2018 sebetulnya terus mengalami penurunan order, tetapi dari dalam negeri demand-nya mengalami penguatan, terutama sejak kuartal II-2018. Sehingga, demand domestics ini yang menopang produksi manufaktur, jadi masih tetap bertahan di atas 50," ujar Muhammad Faisal, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Selasa (6/11).

Tetapi di sisi lain, dalam indeks manufaktur, Indonesia mengalami penurunan dari 50,7 ke 50,5. Faisal menilai, hal tersebut dikarenakan adanya pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab, industri di Indonesia banyak yang membeli bahan baku dari luar negeri.

"Jadi otomatis kalau nilai tukar rupiahnya melemah, ongkos beli bahan bakunya jadi lebih mahal, termasuk untuk membeli minyak atau energi. Ini yang menyebabkan ongkos untuk produksi menjadi meningkat, dan keuntungannya otomatis mengalami penurunan," ujarnya.

Faisal menambahkan, karena dari sisi permintaan masih belum terlalu kuat, lalu adanya persaingan dengan barang-barang impor, industri besar akan terus mempertahankan harga jualnya, guna mempertahankan daya saing.

Sehingga, untuk keuntungannya menjadi sangat tipis. Tetapi, lain halnya dengan industri kecil yang mau tidak mau mereka sudah pasti menaikkan harga jual.

Sedangkan, beberapa negara di ASEAN yang mengalami penurunan seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Faisal menilai, hal tersebut biasanya didorong oleh faktor ekspor yang menurun, serta permintaan dalam negerinya yang juga ikut menurun.

"Jadi mereka ini tidak bisa mengimbangi, didorong juga dengan adanya gejolak global, terjadinya perang dagang antara AS dan China, menyebabkan ketidakstabilan yang dirasakan oleh negara-negara tersebut," tambahnya.

Asal tahu, Nikkei menyebut data indeks ini merupakan yang terburuk dalam 15 bulan terakhir , untuk pertama kalinya sejak Desember 2017 PMI ASEAN berada di bawah batas angka 50,0.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×