Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali kuartal keempat, aktivitas manufaktur Indonesia masih ekspansif, namun berjalan melambat. Nikkei dan IHS Markit mencatat, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia hanya 50,5 pada Oktober, turun dari capaian bulan sebelumnya sebesar 50,7.
"Sektor manufaktur Indonesia kehilangan momentum lanjutan pada awal kuartal keempat, mencerminkan tanda-tanda kondisi permintaan yang lebih lambat," ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw, dalam rilis pers Nikkei, Selasa (6/11).
Nikkei menjelaskan, penurunan PMI Manufaktur Indonesia disebabkan oleh melesunya permintaan, seiring dengan turunnya pemesanan barang baru dan penjualan ekspor sepanjang Oktober lalu. Di saat yang sama, tekanan inflasi menguat lantaran depresiasi rupiah yang cukup dalam.
Pemesanan barang baru mengalami penurunan terdalam sejak Januari, yang utamanya didorong oleh penurunan ekspor yang tajam. Untungnya, lesunya permintaan tak serta merta berdampak pada volume produksi. Sepanjang Oktober, Nikkei melihat laju output manufaktur Indonesia mampu melanjutkan ekspansi yang moderat.
"Penurunan pemesanan barang baru dan ekspor menunjukkan bahwa permintaan dari pasar domestik maupun asing telah berkurang. Menurut beberapa laporan, ini mungkin dampak dari bencana gempa bumi baru-baru ini, tapi itu harus dilihat lagi dari laporan bulan selanjutnya" kata Bernard.
Di sisi lain, pabrik-pabrik Indonesia masih terlihat konsisten meningkatkan aktivitas pembelian barang sehingga berkontribusi meningkatkan persediaan barang input.
Namun, kinerja vendor memburuk di bulan Oktober, terlihat dari laporan terkait masalah transportasi dan dokumentasi pengiriman yang menyebabkan penundaan pengiriman barang. Ini menyebabkan persediaan barang jadi mengalami penurunan signifikan.
Pelemahan nilai tukar dan naiknya harga bahan baku juga membuat produsen Indonesia dihadapkan pada tekanan biaya yang lebih besar.
Ini memicu terjadinya inflasi harga input tercepat selama lebih dari tiga tahun. Nikkei melihat ada kecenderungan perusahaan untuk menaikkan biaya output mereka pada tingkat tercepat sejak Oktober 2015.
Adapun, Nikkei menilai sentimen bisnis hingga tahun depan masih cukup positif sejalan dengan tingkat produksi yang terus meningkat.
Harga penjualan yang lebih tinggi, produk baru, perluasan kapasitas yang direncanakan, pemasaran dan aktivitas promosi juga turut menjadi faktor pendorong yang membuat aktivitas manufaktur dalam negeri masih dianggap meyakinkan untuk waktu ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News