Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah akan menambah penerbitan utang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp 31 triliun menjadi Rp 308 triliun. Alhasil, penerbitan utang secara keseluruhan yaitu gross akan naik dari Rp 431 triliun menjadi Rp 460 triliun.
Selain untuk belanja infrastruktur, kenaikan utang dilakukan untuk menambah Penyertaan Modal Negara (PNM) sebesar Rp 37 triliun. Suntikan PMN ini naik sangat tinggi dari sebelumnya hanya Rp 7,32 triliun dalam APBN 2015.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Chatib Basri mengatakan, penambahan SBN Rp 31 triliun dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, dari segi makro. Selama defisit anggaran tidak bertambah maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap stabilitas fiskal.
Defisit anggaran yang tetap 1,9% penting dilakukan. Sebab tahun ini akan terjadi normalisasi kebijakan ekonomi Amerika sehingga defisit harus dikurangi dari 2,21% ke 1,9%.
Kedua, dari sisi mikro. PMN dibiayai oleh SBN. Maka dari itu, return alias imbal hasil dari PMN harus sama dengan atau lebih dari biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menerbitkan SBN bagi PMN. Kalau lebih kecil, pemerintah akan rugi.
Mantan Menteri Keuangan ini mengakui, yang jadi permasalahan saat ini dan harus diperhatikan pemerintah adalah pemilihan PMN. PMN yang dipilih haruslah produktif, projeknya sudah siap dengan permasalahan krusial seperti pembebasan lahan yang sudah selesai.
"Yang paling penting adalah seleksinya. Kalau lahan tidak ada sedangkan SBN-nya sudah ada, maka ada biaya yang harus ditanggung," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Senin (12/1). Maka dari itu, projek yang dipilih oleh BUMN haruslah projek yang sudah pasti dan siap dieksekusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News