Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto
Nusa Dua. Krisis ekonomi sangat mungkin akan datang dengan cepat ke suatu negara pada masa era globalisasi ini. Salah satu ancamannya yakni, peredaran uang global yang jumlahnya begitu besar dan berpotensi keluar dalam waktu singkat sehingga menimbulkan gejolak di suatu negara.
Hal ini dikatakan Boediono, mantan Wakil Presiden RI periode 2009-2014 sekaligus mantan Gubernur Bank Indonesia periode 2008-2009 dalam seminar edukasi kebanksentralan yang digelar Bank Indonesia dan diikuti sejumlah dosen ekonomi, Rabu (29/3).
Boediono bilang, Indonesia harus mampu menyiapkan para ahli ekonomi yang dapat mengidentifikasi gejala krisis sehingga keputusan yang diambil dapat mencegah dan menangani krisis. Sebab, selama ini belum ada teori atau formula baku bagi oleh suatu negara dalam penanganan krisis.
"Tidak ada satu negarapun yang mampu melakukan kebijakan moneter, dalam perspektifnya sendiri, semuanya bisa dipengaruhi secara global," kata dia.
Ia menjelaskan, kondisi riil perekonomian di lapangan begitu kompleks sehingga teori ekonomi yang ada belum cukup bagi calon para ekonom untuk mengindentifikasi gejala krisis ekonomi Sebab itu, sejarah ekonomi domestik dan global perlu dipelajari bersamaan dengan teori ekonomi di kampus-kampus.
Boediono bercerita, sedikitnya Indonesia pasca kemerdekaan mengalami empat kali krisis ekonomi dengan fenomena yang berbeda. Pengalaman ini harus menjadi pelajaran sehingga menjadi studi kasus yang melangkapi teori ekonomi.
Misalnya saja, pada 1960 silam, melebarnya defisit anggaran membuat pemerintah mencetak uang dalam jumlah banyak. Akibatnya, "Kita saat itu menghadapi inflasi yang luar biasa, harga melonjak tajam," jelas dia.
Pada era 1970-an, Indonesia juga sempat mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia. Kemudian, di era 1997 lalu, juga terjadi krisis akibat keluarnya arus modal dari Tanah Air.
Boediono bilang, semula pada Oktober 1997, pemerintah dan Bank Indonesia sudah melakukan berbagai upaya. Namun, "Kita belum mengerti betul, dan tiba-tiba uang mengalir keluar, sehingga kering di dalam negeri. Seperti kolam ikan kalau airnya kering maka ikannya kelabakan," kata dia.
Kemudian, pada 2008 Indonesia juga mengalami terimbas finansial global. Boediono bilang, ketika itu pemerintah sudah lebih siap dibanding negara lain, sehingga penanganannya lebih baik.
Menurut Boediono, pembelajaran teori moneter saat ini sepatutnya didampingi dengan studi kasus mengenai sejarah ekonomi Indonesia. Selain itu, perlu juga ditambah pemahaman tentang reaksi finansial institusi.
Calon ekonom perlu memperlajari semua gerakan institusi di sektor ekonomi seperti pemerintah, Bank Indonesia, pasar modal, serta lembaga swasta lain. "Ini akan lebih memberikan pengertian kepada anak didik," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News