Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran tidak berbanding lurus dengan postur kabinet yang gemuk.
Namun keputusan memangkas anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) diprediksi membawa dampak yang besar pada perekonomian Indonesia.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan bahwa beban ekonomi dari penghematan anggaran sebesar Rp 306 triliun akan lebih besar daripada efek ungkit Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp 171 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani: Program Makan Bergizi Gratis Seperti Melaksanakan Hajatan
Menurutnya, daya beli masyarakat bisa turun dan pertumbuhan ekonomi 2025 berpotensi lebih rendah dari 2024 sehingga membuat target tumbuh 8% di tahun 2029 akan semakin sulit terwujud.
"Idealnya upaya pemotongan anggaran termasif dalam sejarah Indonesia, bahkan lebih masih daripada saat Covid, perlu dikaji ulang," ujar Wija kepada Kontan.co.id, Senin (10/2).
Ia juga menekankan, jangan sampai program MBG mengakhiri program-program lain yang sama penting, atau bahkan jauh lebih penting.
Oleh karena itu, Wija memandang upaya mereview MBG untuk menyesuaikan kondisi fiskal perlu dilakukan serta menunda Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan langkah bijak yang wajib dipertimbangkan.
"Pemerintah harus hati-hati, jika PHK massal terjadi dan ekonomi makin sulit, maka dengan mudah rakyat akan menyalahkan program MBG, progran signature pak Prabowo ini perlu dihindari," katanya.
Baca Juga: Kecerdasan Buata (AI) Diprediksi Makin Dominasi Sektor Ritel Indonesia pada 2025
Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti adanya ketidakseimbangan dalam perencanaan anggaran pemerintah.
Menurutnya, banyak program yang tidak memerlukan anggaran besar justru mendapatkan alokasi jumbo, sementara yang membutuhkan justru minim dana.
"Maka efisiensi yang hendak dilakukan juga berdasarkan money follow program. Sisir terlebih dahulu program-program yang memang tidak sesuai dengan anggarannya. Kemudian evaluasi dampak yang terjadi jika dilakukan efisiensi," kata Huda.
Huda menilai, jika pemangkasan anggaran dilakukan tidak cermat, maka pertumbuhan ekonomi akan sulit mencapai 5%.
"Harus diukur dampak dan multipliernya ke ekonomi. Jika tidak, penghematan yang dilakukan justru akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara signifikan," imbuh Huda.
Baca Juga: Kementerian BUMN Tidak Menghadapi Masalah dalam Program Efisiensi
Ia mengusulkan penghapusan posisi wakil menteri yang dinilai tidak esensial, serta penyisiran tenaga ahli yang hanya menjadi tempat pensiun pejabat negara.
"Jabatan-jabatan seperti itu yang harusnya diefisienkan," katanya.
Direktur Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai kebijakan efisiensi anggaran tetap memiliki manfaat ekonomi jika diarahkan pada sektor produktif.
Namun, ia juga mengakui bahwa K/L yang terkena pemotongan besar pasti akan merasa kaget. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemangkasan anggaran dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu transisi kebijakan.
Baca Juga: Tangkis Isu PHK Massal, Ini Penjelasan TVRI
Eko menduga, kebijakan efisiensi anggaran ini juga berkaitan dengan utang jatuh tempo yang terlalu besar.
"Yang tidak kalah penting ini dilakukan karena utang jatuh temponya terlalu besar, sebetulnya itu salah satu alasan utamanya ya selain MBG," terang Eko.
Selanjutnya: Pemerintah Kembangkan Segmen Wisata Baru, Begini Kesiapan Industri Perhotelan
Menarik Dibaca: 5 Jus untuk Menurunkan Kolesterol Lebih Cepat, Minum Secara Teratur!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News