Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Kementerian ATR/BPN akan melakukan langkah-langkah tegas apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, antara lain dengan mengenakan sanksi termasuk mencabut izin profesi PPAT.
“Kita mempunyai komitmen yang sama, PPAT harus ada pelaporan, ini sekaligus mendorong upaya menjadikan Indonesia sebagai full member Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF),” kata Sofyan.
Selain hal tersebut, Sofyan menyampaikan bahwa kementeriannya akan mengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja PPAT. Kementerian ATR/BPN juga telah membantu PPATK untuk mendapatkan data kepemilikan tanah dan bangunan pada kasus yang tengah ditangani PPATK.
Baca Juga: Banyak kasus gagal bayar asuransi, puluhan nasabah mengadu ke DPR
Di akhir pertemuan, Kepala PPATK dan Menteri ATR/Kepala BPN sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan ini dengan pertemuan di level teknis.
Sebagai informasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), ditetapkan menjadi Pihak Pelapor.
Hal ini didasari bahwa PPAT berpotensi untuk dimanfaatkan oleh pelaku TPPU untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana.
Baca Juga: Pengawasan Belepotan, Kasus Gagal Bayar Koperasi Terus Bermunculan
Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) bagi PPAT. Dengan perannya sebagai LPP, Kementerian ATR/BPN berwenang untuk menetapkan ketentuan prinsip mengenali pengguna jasa (PMPJ) dan melakukan pengawasan kepatuhan atas pelaksanaan PMPJ, sekaligus menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) ke PPATK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News