Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang perdana praperadilan yang diajukan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim 2019-2024 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025) lalu menjadi momen bersejarah bagi sistem peradilan di Indonesia. Dalam sidang ini, Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan pertama kali dibacakan dalam sidang praperadilan di Indonesia.
Seperti diketahui, sebanyak 12 tokoh antikorupsi yang berasal yang berbagai kalangan mengajukan pendapat hukum dalam bentuk Amicus Curiae kepada hakim. Langkah ini dimaksudkan untuk mereformasi proses pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum di Indonesia, bukan hanya pada kasus Nadiem saja.
Amicus Curiae ini berakar dari tradisi hukum Romawi dan berkembang luas dalam sistem common law di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat, khususnya pada abad ke-19. Tujuan Amicus Curiae untuk membantu pengadilan dengan memberikan informasi, sudut pandang, atau analisis hukum tambahan yang dapat memperkaya pertimbangan hakim.
Baca Juga: Praperadilan Nadiem Makarim, Ahli Nilai Penetapan Sebagai Tersangka Tidak Sah
Praktik Amicus Curiae mulai muncul dan tercatat di tanah air sekitar tahun 1999 dalam kasus gugatan Presiden RI ke-2 Soeharto terhadap majalah Time. Namun Amicus Curiae belum pernah disampaikan dalam persidangan kasus praperadilan.
Baru dalam sidang perdana praperadilan Nadiem dengan Nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel, peneliti senior pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Arsil dan pegiat antikorupsi Natalia Soebagjo mewakili 10 amici – sebutan untuk penggagas Amicus Curiae- lainnya menyampaikan isi Amicus Curiae. Mereka berpandangan bahwa proses praperadilan saat ini sering menyimpang dan gagal berfungsi sebagai pengawas efektif terhadap penggunaan diskresi penyidik.
Perwakilan amici salah satunya menyoroti tindakan penyidik dalam menetapkan tersangka dan melakukan tindakan penangkapan atau penahanan tanpa alasan jelas. Status tersebut kerap diumumkan oleh penegak hukum melalui cara yang bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dan hak atas kemerdekaan.
"Dan disini kami melihat memang penegakan hukum itu penting. Kita pastinya menginginkan agar tindak pidana itu diberantas. Pelaku kejahatan harus ditindak. Karena kita juga semua pastinya adalah punya berpotensi menjadi korban tindak pidana. Dan tetapi kami juga menginginkan penegakan hukum yang tetap dapat dilakukan secara akuntabel. Hanya terhadap orang-orang yang memang terdapat cukup buktilah yang dapat dijadikan tersangka," ujar Arsil.
Semua tindakan yang dapat menimbulkan kerugian tersebut seharusnya dapat diuji di praperadilan. Praktiknya, praperadilan dinilai belum mampu melindungi hak-hak tersangka dan belum mampu berfungsi sebagai pengawas dari penggunaan diskresi penyidik.
Justru beban pembuktian dalam kasus-kasus praperadian yang selama ini bejalan menjadi tanggung jawab dari Pemohon, pihak yang mengalami tindakan dari penyidik. Hal ini membuat proses pemeriksaan tidak hanya menjadi panjang.
Meskipun perwakilan amici dalam membacakan dalam sidang praperadilan Nadiem menyatakan tidak bermaksud memengaruhi putusan hakim, namun mereka menganggap bahwa pengadilan seharusnya mempertimbangkan masukan tersebut secara serius. Pasalnya, mereka melihat peran hakim dalam sidang praperadilan saat menguji penilaian alasan subyektif penyidik saat penetapan tersangka hampir tidak pernah terjadi di sidang praperadilan.
"Praperadilan merupakan forum yang paling tepat untuk dapat memuji apakah penilaian penyidik tersebut memang benar-benar bersifat objektif atau tidak. Apakah dari bukti-bukti yang ada tersebut benar-benar telah cukup beralasan untuk menduga orang tersebut patut untuk diduga sebagai pelakunya. Dengan kata lain apakah penilaian tersebut memang reasonable," kata Arsil.
Lebih lanjut, mereka meminta agar praktik pemeriksaan praperadilan sebelumnya ditinggalkan. Langkah itu diperlukan untuk membuat lembaga praperadilan berfungsi sebagai sarana untuk mengawasi penggunaan kewenangan-kewenangan dari penyidik.
Selanjutnya: Rupiah Spot Menguat 0,21% ke Rp 16.538 per Dolar AS pada Kamis (9/10/2025) Siang
Menarik Dibaca: Daftar 5 Drama Korea Populer Bertema Kesehatan Mental Penuh Inspirasi dan Haru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News