Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan beragam aturan yang akan berlaku pada tahun 2024 ini. Tidak hanya itu, ada juga aturan turunan yang masih disiapkan oleh Kemenkeu.
Sebagian aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang dirancang untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak dan juga mengoptimalkan penerimaan negara, misalnya saja melalui implementasi Core Tax System dan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kemudian, ada pula aturan yang memang dikeluarkan guna menekan konsumsi terhadap barang-barang yang menimbulkan negatif, seperti rokok, minuman alkohol dan juga minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Baca Juga: Realisasi Belanja Pegawai Naik Jadi Rp 260,9 Triliun di tahun 2023
Lalu, apa saja aturan Sri Mulyani yang akan berlaku di 2024?
1. Implementasi Penuh NIK-NPWP Mulai Juli 2024
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memutuskan untuk mengundur waktu implementasi secara penuh pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomow Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi 1 Juli 2024.
Hal tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Melalui aturan tersebut, NPWP Orang Pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024.
Baca Juga: Aturan Terbit! Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Minuman Beralkohol
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti menjelaskan, mundurnya implementasi tersebut adalah mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan 2024 dan juga setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti Instansi Pemerintah, Lembaga Asosiasi dan Pihak Ketiga Lainnya) dan wajib pajak.
"Maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujuan dan habituasi sistem yang baru bagi wajib pajak," ujar Dwi dalam keterangannya.
2. Implementasi Sistem Pajak Canggih (Core Tax System)
DJP Kemenkeu juga memutuskan untuk menunda peluncuran sistem canggih perpajakan bernama Core Tax System menjadi 1 Juli 2024. Melalui sistem pajak canggih ini, wajib pajak tidak perlu lagi ribet dalam menyampaikan SPT Tahunan lantaran akan dilakukan secara prepopulated.
Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Banten Dedi Kusnadi mengatakan, rencananya implementasi core tax system siap diluncurkan pada 1 Januari 2024.
Hanya saja, lantaran pada tahun depan bertepatan adanya momen pemilihan presiden (pilpres), maka pihaknya menunda implementasi tersebut.
Dedi khawatir, apabila implementasi core tax system tersebut tetap diluncurkan pada 1 Januari 2024, maka data-data atau sistem pada saat pemilihan presiden akan terganggu.
Baca Juga: Realisasi Subsidi Energi Pada 2023 Capai Rp 164,3 Triliun, Lebih Rendah dari Pagu
"Semula kita akan launching di tanggal 1 Januari 2024. Cuma kita ada pesta demokrasi di Februari, pemilihan presiden. Karena ada momen itulah kami sebenarnya antisipasi barangkali ada chaos , ada kerusakan sistem," katanya.
3. Tarif Efektif PPh Pasal 21
Pemerintah resmi menerbitkan aturan yang menjadi dasar dalam penggunaan tarif efektif untuk penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Nah, perubahan formula perhitungan PPh Pasal 21 ini akan mempermudah pemberi kerja dalam melakukan penghitungan dan pemotongan pajak.
Sebelumnya, untuk menentukan pajak terutang, pemberi kerja harus mengurangkan biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan bruto. Hasilnya baru dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh. Nah, dengan tarif efektif ini, penghitungan pajak terutang cukup dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif.
4. Pungutan Pajak Rokok Elektrik
Pemerintah resmi memungut pajak rokok elektrik mulai 1 Januari 2024 dengan besaran tarifnya adalah 10% dari cukai rokok. Hal tersebut tertuang dalam PMK Nomor 143 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok.
Pemberlakuan pajak rokok atas rokok elektrik (REL) pada tanggal 1 Januari 2024 ini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018.
Baca Juga: Kemenkeu Tarik Utang Rp 407 Triliun Sepanjang 2023, Turun 41,5% dari Tahun 2022
5. Kenaikan Cukai Rokok Sebesar 10%
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022. Selain itu, pemerintah juga menetapkan cukai rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sebesar 15% pada 2024.
6. Kenaikan Cukai Minuman Beralkohol
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penyesuaian tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) atau minuman beralkohol. Berdasarkan lampiran PMK Nomor 160 Tahun 2023, ada penyesuaian tarif cukai pada MMEA semua golongan, baik untuk di dalam negeri maupun impor.
Misalnya saja untuk Golongan A yang memiliki kadar etil alkohol (EA) sampai dengan 5%, tarifnya menjadi Rp 16.500 per liter untuk yang diproduksi di dalam negeri maupun impor. Padahal, dalam PMK sebelumnya, yakni PMK 158/2018 tarif cukai MMEA hanya sebesar Rp 15.000 per liter.
7. Rencana Pungutan Cukai Plastik dan MBDK
Hingga saat ini, memang pemerintah belum mengeluarkan aturan resmi mengenai pemberlakuan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Untuk skema dan tarif yang ditetapkan juga belum diketahui.
Baca Juga: Pendapatan Negara Tahun 2023 Tembus Rp 2.774,3 Triliun, Lewati Target
Namun, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023, pemerintah menetapkan cukai produk plastik sebesar Rp 1,84 triliun dan cukai MBDK sebesar Rp 4,38 triliun dalam APBN 2024. Sehingga total kedua barang kena cukai tersebut senilai Rp 6,22 triliun.
"Kita akan mereview kembali kebijakan ekstensifikasi cukai di 2024, tentunya sejalan dengan kondisi ekonomi dan industri yang akan kita monitor sampai dengan pelaksanaan di APBN 2024," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (3/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News