Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Para pakar mendukung rencana pasangan Prabowo-Hatta untuk memperbaiki penerapan sistem outsourcing di Indonesia. Dengan perkembangan industri yang kian pesat, sistem tenaga kerja alih daya memang diperlukan, tapi sistem yang ada membutuhkan perbaikan. Dengan demikian, baik pemberi kerja ataupun pekerja akan sama-sama mendapat keuntungan.
Guru Besar Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Didin S. Damanhuri, mengatakan, banyak yang belum memahami betul pengertian dan jenis-jenis sistem outsourcing. Mayoritas orang malah melihat praktik alih daya sebagai perbudakan. Padahal, sistem outsourcing industri modern dengan keahlian tinggi pun sangat diperlukan demi menggerakan perekonomian.
Oleh karena itu, harus ada kebijakan untuk membenahi kesalahpahaman ini. Pemerintah ke depan harus bisa mendorong menciptakan sistem outsourcing yang mampu menciptakan transfer teknologi dan manajemen. "Utamanya, praktik outsourcing yang mengarah ke perbudakan harus dihapus secara bertahap," tandas Didin, Selasa (17/6).
Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih juga setuju dengan pembenahan sistem outsourcing yang dijanjikan Prabowo-Hatta. Namun, pembenahan itu harus dibarengi dengan penghapusan outsourcing bagi para pekerja menengah ke bawah. Soalnya, alih daya di kelompok pekerja menengah ke bawah cenderung mengarah pada eksploitasi tenaga kerja dan tanpa memberi jaminan sosial serta kesehatan.
Menurut Lana, penerapan sistem outsourcing seharusnya di kelompok tenaga ahli atau profesional. Namun, ia mengingatkan, di kelompok ini juga ada tantangan berat.
Sekarang, banyak tenaga ahli dari luar negeri berdatangan ke Indonesia. Pemerintah perlu mengontrolnya. Misalnya saja, dengan pemberlakuan sertifikasi ataupun standarisasi tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News