Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Lewat Peraturan Menteri Perdagangan No. 32/2013, pemerintah menunjuk Bursa Komoditi Derivatif Indonesia (BKDI) sebagai penyelenggara bursa timah. Nah,
Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS) Marwan Batubara bilang, kewenangan penuh ini yang kemudian memunculkan tudingan kartel dari kelompok pengusaha timah kecil dan menengah di daerah. “Regulasi menjadi faktor di balik kusutnya tata niaga timah,” katanya.
Tapi Stella N. Lukman, Head of Product and Services BKDI menampik keras transaksi perdagangan timah lewat lembaganya memunculkan praktik oligopoli. “Tata cara perdagangan di bursa tidak mengenal apa itu oligopoli,” tegas Stella. Menurut Stella, penentuan harga timah di BKTI transparan dan tidak ada pihak tertentu yang menjadi penentu harga. Berbagai pihak juga bisa mengakses sistem perdagangan fisik timah batangan secara real time.
Tapi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, tudingan harga dan pasar ditentukan para pengusaha timah besar yang menjadi anggota BKDI perlu dicermati lebih mendalam. Pertimbangannya, keanggotaan bursa timah BKDI sudah mencapai 21 perusahaan dari total 50 pemilik eksportir terdaftar (ET) timah. “Pemerintah menyadari kebijakan perdagangan timah melalui bursa menimbulkan shock bagi dunia usaha di bidang ekspor timah, terutama mereka yang terbiasa melakukan bisnis timah dengan cara-cara mudah,” ungkap Bachrul.
Terhadap persoalan timah rakyat di daerah yang sulit masuk BKDI, Bachrul menambahkan, juga perlu diketahui lebih dulu permasalahan sebenarnya, sehingga solusi yang akan diambil dapat diterapkan secara tepat. Yang jelas, keanggotaan bursa dalam perdagangan fisik timah di BKDI terbuka bagi semua pelaku usaha timah termasuk untuk perusahaan timah rakyat. “Di BKDI tidak dibatasi keanggotaannya hanya untuk kelompok usaha tertentu,” ujar Bacrul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News