Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Niat Perusahaan Umum Bulog mengekspor beras kelas premium belum kesampaian juga. Perusahaan pelat merah itu malah harus merevisi proposal ekspor yang telah melayang ke Departemen Perdagangan, Kamis (19/2) lalu.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Bulog Mohammad Ismet menyatakan, revisi ini dilakukan lantaran Kementerian Ekonomi meminta Bulog memberi penjelasan lebih mendetail soal rencana ekspor beras kualitas super sebanyak 100.000 ton.
Keterangan tersebut mencakup: kualitas beras, volume beras yang dikirim setiap bulan, identitas pemasok dalam negeri, pembeli di luar negeri, serta jadwal pengapalan. Alhasil, Bulog terpaksa harus menyerahkan proposal ekspor yang baru kepada pemerintah. "Besok (hari ini) proposal baru akan diserahkan ke Departemen Perdagangan dan Kementerian Ekonomi," kata Ismet kepada KONTAN, kemarin (5/3).
Desakan pemerintah ini memang membuat Bulog bekerja ekstra keras. Hingga kemarin, perusahaan ini menggelar rapat maraton bersama pemasok, importir, Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian. Sayangnya, Ismet masih enggan membeberkan hasil pertemuan itu. "Semua masih tentatif," elaknya. Yang pasti, Ismet mengklaim bahwa para pemasok dan importir sudah siap.
Di sisi lain, Departemen Perdagangan justru punya perhitungan berbeda. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida mengatakan, Bulog hanya boleh mengekspor pada masa panen yakni April-September. Ini berarti, mereka tak boleh mengekspor saat musim paceklik yang berlangsung antara Oktober-Februari.
Alhasil, Bulog hanya memiliki waktu sekitar enam bulan saja. Menurut rencana awal, Bulog akan mengekspor antara 5.000-10.000 ton beras per bulannya. Jika jumlah ini tak berubah maka Bulog kemungkinan hanya mampu mengekspor paling banyak 60.000 ton beras premium. Padahal, pemerintah memberikan jatah hingga 100.000 ton.
Menurut Diah, perlakuan terhadap ekspor beras premium tidak jauh berbeda dengan ekspor beras khusus lain seperti ketan hitam yang selama ini sudah berjalan. "Jumlahnya tak terlalu besar," katanya.
Sebelum menerbitkan izin, Departemen Perdagangan pun telah mendesak Bulog mendeteksi ketersediaan beras premium. Tak hanya itu, izin ekspor juga baru akan diputuskan melalui rapat koordinasi di tingkat Menteri Koordinator Ekonomi.
Meski pasrah, Ismet tetap saja mengaku khawatir keterlambatan penerbitan izin bisa mempengaruhi kontrak Bulog dengan importir. "Kami harap sesuai rencana," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News