Reporter: Kiki Safitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia pada tahun 2018 sebesar 3,66 atau pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibanding capaian tahun 2017 yakni sebesar 3,71.
Jika indeks menunjukkan kecenderungan mencapai angka 5 artinya masyarakat semakin berprilaku anti korupsi, sebaliknya jika nilai semakin menunjukkan kecenderungan kea rah 0 maka masyarakat semakin permisif (membolehkan) pada tindak korupsi.
IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yakni dimensi persepsi dan pengalaman. Pada tahun 2018, nilai indeks persepsi sebesar 3,86 meningkat 0,05 poin dibandingkan indeks persepsi tahun 2017 sebesar 3,81. Untuk indeks pengalaman, pada tahun 2018 sebesar 3,57 atau turun 0,03 poin disbanding indeks pengalaman tahun 2017 yakni 3,60.
Persepsi terhadap kebiasaan atau perilaku anti korupsi dalam masyarakat dikelompokkan dalam tiga lingkup yakni keluarga, komunitas dan public. Dalam lingkup keluarga terdapat lima indikator pembentuk indeks dimana terlihat masyarakat semakin tidak permisif pada tindak korupsi.
“Persentase masyarakat yang mengganggap wajar bahwa istri menerima uang tambahan dari suami di luar penghasilan tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut meningkat dari 77,3 tahun 2017, menjadi 77,48 tahun 2018,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (17/9).
Selain itu masyarakat yang menganggap tidak wajar adalah pegawai negeri menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan keluarga dan orangtua yang mengajak anaknya kampanye pemilu/pilkada demi mendapatkan uang banyak mengalami kenaikan atau menuju kea rah tidak permisif.
Dalam lingkup komunitas, persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar memberi uang/barang kepada ketua RT/RW/Kades/Lurah ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan meningkat 56,80 tahun 2017 menjadi 58,64 pada tahun 2018.
Selanjutnya masyarakat yang menganggp perilaku tidak wajar adalah ketikan uang / barang kepada ketua RT/RW/Kades/Lurah dan tokoh masyarakat menjelang hari besar.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat menganggap tidak wajar beberapa sikap yang dirasakan sebagai tindakan korupsi. Dibanding tahun 2017, peningkatan terbesar di tahun 2018 terjadi pada variable memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi (KTP dan KK).
Pengalaman masyarakat dalam survey Perilaku Anti Korupsi (SPAK) mencakup pelayanan masyarakat ketika berhubungan dengan 10 layanan publik dan pengalaman lainnya antara lain pengurus RT/RW, kelurahan/ kecamatan, kepolisian, perusahaan listrik Negara (PLN), layanan kesehatan, sekolah negeri, pengadilan, Kantor Urusan Agama (KUA), kependudukan dan catatan sipil (DukCapil) dan Badan Pertahanan Nasional (BPN).
“Persentase masyarakat yang memberikan uang atau barang melebihi ketentuan dan menganggap hal tersebut lumrah mengalami peningkatan dari 18,06% menjadi 19,61%. Untuk masyarakat yang mengakses layanan public melalui perantara meningkat pada layanan KUA, Kantor Desa/Kelurahan, PLN, RT/RW, peradilan dan layanan kesehatan,” ujarnya.
Tahun 2018 dikatakan bahwa masyarakat perkotaan lebih tinggi tidak permisif pada korupsi dengan indeks 3,81 dibandingkan masyarakat pedesaan 3,47. Data BPS juga menyebut semakin tinggi tingkat pendidikan cenderung berpengaruh pada tingkat anti korupsi. Untuk asyarakat berpendidikan SLTP nilai IPAK sebesar 3,53, untuk SLTA 3,94 dan diatas SLTA 4,02.
Untuk kelompok usia, masyarakat dengan usia 60 tahun dinilai lebih permisif daripada kelompok usia lain. Untuk kelompok usia 40 tahun, sebesar 3,65. Untuk rentang usai 40-59 tahun di angka 3,70 dan usia 60 tahun keatas berada diangka 3,56.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News