Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah produk dan vaksin Covid-19 diedarkan dengan pemberian izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan tetap melakukan pengawalan dan peninjauan dari produk tersebut.
Usai diterbitkan EUA, perusahaan farmasi wajib melakukan studi atau kajian keamanan produk obat dan vaksin Covid-19 pasca pemasaran.
"Studi tersebut merupakan kewajiban dari industri farmasi pemilik EUA. Maka itu, kami mengingatkan kembali agar industri farmasi pemegang EUA obat dan vaksin Covid-19 di Indonesia berkomitmen melaksanakan studi keamanan pasca pemasaran," ujar Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif (ONPPZA) BPOM Rita Endang dalam webinar BPOM, Kamis (15/4).
Sejak Maret 2020 hingga Maret 2021, BPOM telah menerbitkan EUA dari 7 obat yang mengandung zat aktif chloroquine, hidroksiklorokuin, favipiravir, remdesivir untuk penanganan Covid-19. Selain pemberian EUA ada obat Covid-19, BPOM pada 2021 ini juga memberikan EUA kepada vaksin Covid-19.
Baca Juga: Dukung penanganan Covid-19, BPOM kawal pengembangan vaksin di Indonesia
Untuk EUA hidroksiklorokuin dan chloroquine, Rita menyampaikan, sudah dicabut pada 10 November 2020 lalu. Hal tersebut lantaran mempertimbangkan risiko yang lebih besar daripada manfaatnya. Pencabutan merupakan salah satu contoh tindak lanjut dari hasil studi industri farmasi terhadap keamanan produk pasca pemasaran.
Agar diperoleh data yang valid dan ilmiah, BPOM telah menyiapkan pedoman penyusunan protokol dan pelaporan keamanan pasca pemasaran sebagai acuan bagi industri Farmasi dalam melakukan studi pelaksanaan.
Studi tersebut memerlukan keterlibatan sarana pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit dalam memberikan data dukung untuk melihat rekam dan penggunaan obat yang telah mendapat EUA.
Rita menegaskan, industri farmasi berkewajiban untuk melakukan studi keamanan pasca pemasaran berdasarkan buku pedoman yang telah disiapkan BPOM.
"BPOM mengajak semua pihak terkait yaitu industri farmasi sebagai pemegang EUA, Rumah Sakit sebagai penyedia data pengguna obat dengan dukungan Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dan organisasi profesi kesehatan untuk bersinergi memperkuat pengawasan keamanan obat dan vaksin," ujarnya.
Selanjutnya: BPOM belum memberikan lampu hijau terhadap vaksin Nusantara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News