kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BPOM: Perusahaan farmasi pemegang EUA vaksin Covid-19 wajib lakukan studi keamanan


Kamis, 15 April 2021 / 16:12 WIB
BPOM: Perusahaan farmasi pemegang EUA vaksin Covid-19 wajib lakukan studi keamanan
ILUSTRASI. BPOM ingatkan perusahaan farmasi pemegang EUA obat dan vaksin Covid-19 lakukan studi keamanan pasca produk dipasarkan.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah produk dan vaksin Covid-19 diedarkan dengan pemberian izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan tetap melakukan pengawalan dan peninjauan dari produk tersebut.

Usai diterbitkan EUA, perusahaan farmasi wajib melakukan studi atau kajian keamanan produk obat dan vaksin Covid-19 pasca pemasaran.

"Studi tersebut merupakan kewajiban dari industri farmasi pemilik EUA. Maka itu, kami mengingatkan kembali agar industri farmasi pemegang EUA obat dan vaksin Covid-19 di Indonesia berkomitmen melaksanakan studi keamanan pasca pemasaran," ujar Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif (ONPPZA) BPOM Rita Endang dalam webinar BPOM, Kamis (15/4).

Sejak Maret 2020 hingga Maret 2021, BPOM telah menerbitkan EUA dari 7 obat yang mengandung zat aktif chloroquine, hidroksiklorokuin, favipiravir, remdesivir untuk penanganan Covid-19. Selain pemberian EUA ada obat Covid-19, BPOM pada 2021 ini juga memberikan EUA kepada vaksin Covid-19.

Baca Juga: Dukung penanganan Covid-19, BPOM kawal pengembangan vaksin di Indonesia

Untuk EUA hidroksiklorokuin dan chloroquine, Rita menyampaikan, sudah dicabut pada 10 November 2020 lalu. Hal tersebut lantaran mempertimbangkan risiko yang lebih besar daripada manfaatnya. Pencabutan merupakan salah satu contoh tindak lanjut dari hasil studi industri farmasi terhadap keamanan produk pasca pemasaran.

Agar diperoleh data yang valid dan ilmiah, BPOM telah menyiapkan pedoman penyusunan protokol dan pelaporan keamanan pasca pemasaran sebagai acuan bagi industri Farmasi dalam melakukan studi pelaksanaan.

Studi tersebut memerlukan keterlibatan sarana pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit dalam memberikan data dukung untuk melihat rekam dan penggunaan obat yang telah mendapat EUA.

Rita menegaskan, industri farmasi berkewajiban untuk melakukan studi keamanan pasca pemasaran berdasarkan buku pedoman yang telah disiapkan BPOM.

"BPOM mengajak semua pihak terkait yaitu industri farmasi sebagai pemegang EUA, Rumah Sakit sebagai penyedia data pengguna obat dengan dukungan Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dan organisasi profesi kesehatan untuk bersinergi memperkuat pengawasan keamanan obat dan vaksin," ujarnya.

Selanjutnya: BPOM belum memberikan lampu hijau terhadap vaksin Nusantara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×