Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkapkan temuan peredaran kosmetik ilegal di Indonesia mencapai angka Rp 1,866 triliun hanya dalam kurun 10–21 November 2025.
“Setelah kami lakukan olah perkara dan semuanya hari ini kita umumkan, ternyata nilai ekonominya Rp 1,86 triliun. Tentu ini adalah angka yang besar,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/12/2025), dikutip dari Antara.
Taruna menjelaskan, temuan tersebut diperoleh dari intensifikasi pengawasan kosmetik menjelang akhir tahun 2025, baik secara luring maupun daring.
Produk-produk yang ditemukan didominasi kosmetik tanpa izin edar dan kosmetik impor tanpa dokumentasi ekspor-impor yang jelas. BPOM mengidentifikasi setidaknya 109 merek kosmetik dengan total distribusi 408.054 unit. Bisakah Indonesia Menghentikan Impor Ilegal? Artikel Kompas.id
“Temuan didominasi oleh produk impor sebesar 65 persen. Rinciannya, produk tanpa izin edar mencapai 94,30 persen, mengandung bahan dilarang 1,99 persen, produk kedaluwarsa 1,47 persen, cara penggunaan tidak sesuai definisi kosmetik 1,46 persen, serta impor tanpa surat keterangan impor 0,78 persen,” paparnya.
Baca Juga: Awas! 5 Produk Kecantikan Populer Ini Ternyata Ilegal dan Berisiko Berbahaya
Risiko penggunaan kosmetik ilegal
Taruna menegaskan, kosmetik ilegal membawa berbagai risiko kesehatan karena tidak melalui pengawasan keamanan dan mutu. Produk semacam itu berpotensi mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, hingga pewarna terlarang.
“Dampaknya bisa berupa iritasi kulit, bintik hitam atau okronosis, teratogenik yang mempengaruhi janin, hingga kanker yang bersifat karsinogenik,” tambahnya.
Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut
Dalam operasi intensif tersebut, BPOM memeriksa 984 sarana distribusi. Dari jumlah itu, 470 sarana atau 47,8 persen dinyatakan tidak memenuhi ketentuan.
Sarana-sarana tersebut terdiri dari:
- Distributor ritel kosmetik: 372 sarana (79,15 persen)
- Klinik dan salon kecantikan: 69 sarana (14,68 persen)
- Pengecer/reseller: 14 sarana (2,98 persen)
- Importir kosmetik: 6 sarana (1,28 persen)
- Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN): 5 sarana (1,6 persen)
- Industri kosmetik: 4 sarana (0,85 persen)
Baca Juga: Temuan BPOM: Herbal Stamina & Pelangsing Ternyata Dicampur Obat Keras, Ini Daftarnya













