Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada akhir tahun ini.
Timboel mengatakan rencana implementasi KRIS akan berdampak langsung terhadap iuran BPJS Kesehatan, apalagi jika ruang perawatan kelas 1,2,3 akan dihapus.
"Nah kalau gitu gotong royong membayar iuran juga akan terhapus kan tidak mungkin ada satu ruang perawatan tapi membayar berbeda-beda seperti sekarang," katanya pada Kontan.co.id, Selasa (3/6).
Timboel menyebut rencana penerapan KRIS dipastikan akan menjadikan satu iuran tunggal.
Baca Juga: Banyak Rumah Sakit Belum Siap, Menkes Usul Penerapan KRIS Mundur Menjadi Akhir 2025
Dia mencontohkan jika iuran BPJS Kesehatan menjadi satu dengan skenario harga Rp 70.000 mengikuti kajian kenaikan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Artinya, nantinya iuran untuk kelas mandiri di kelas I akan dan II akan turun yang berdampak pada pendapatan iuran JKN yang turut merosot. Diketahui saat ini iuran kelas I yakni Rp 150.000 per peserta dan kelas II Rp 100.000 per perserta.
Sementara untuk kelas III akan mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 35.000 menjadi Rp 70.000 di skenario ini.
Timboel mengingatkan bahwa saat ini peserta mandiri kelas tiga saja sudah banyak yang mengalami tunggakan. Tunggakan ini berpotensi semakin melebar jika kenaikannya mencapai 100% untuk kebijakan KRIS.
"Yang mandiri kelas III aja sudah banyak tunggakan apalagi dinaikan 100% jadi Rp 70.000," ujarnya.
Baca Juga: Rumah Sakit Belum Siap Laksanakan Kebijakan KRIS, Persi Ungkap Kendalanya
Untuk itu, dirinya mengusulkan agar kebijkan KRIS tetap menjadikan 3 ruang kelas perawatan. Sehingga gotong royong untuk JKN juga tetap berjalan. Di sisi lain juga menjaga keuangan BPJS Kesehatan dari potensi defisit.
Toh ujarnya, selama ini masalah pelaksanaan JKN bukan karena keluhan di ruang kelas III. Namun lantaran sulitnya mendapatkan akses ruang perawatan, hingga obat-obatan yang harus beli sendiri.
"Nah pelayanan ini saja yang diperkuat, jadi tidak mengotak-ngatik jumlah ruang perawatan," kata Timboel.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunandi Sadikin mengusulkan agar implementasi kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mundur di 31 Desember 2025. Sebelumnya kebijakan ini diatergetkan bisa diterapkan pada Juni tahun 2025.
Budi menyebut usulan ini muncul lantaran masih banyak rumah sakit yang belum memenuhi penerapan KRIS.
Baca Juga: Penerapan KRIS Mundur Desember 2025, Ini Penyebabnya
Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) rumah sakit yang sudah memenuhi 12 kriteria penerapan KRIS baru mencapai 1.436 rumah sakit atau 57,28% dari target pemerintah yang mencapai 2.554 rumah sakit.
Sementara, sebanyak 786 rumah sakit baru memenuhi 9-11 kriteria KRIS, 189 rumah sakit memenuhi 5-8 kriteria KRIS, 46 rumah sakit memenuhi 1-4 kriteria KRIS dan 70 rumah sakit belum memenuhi kriteria KRIS sama sekali.
"Memang ada 300 lebih totalnya yang masih bermasalah dan belum memenuhi kriteria KRIS, namun 90% dari target 2.554 rumah sakit di akhir tahun harusnya bisa memenuhi," jelasnya.
Baca Juga: Implementasi KRIS Diusulkan Mundur, Anggota DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang
Selanjutnya: Harga Emas Bergerak Fluktuatif, Prospeknya Masih Merekah Hingga Akhir Tahun 2025
Menarik Dibaca: Rangkul Sinergi Masyarakat Adat untuk Jaga Hutan, GATC Gelar Three Basins Summit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News