kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BNPB: Wilayah pariwisata rentan bencana


Rabu, 16 Januari 2019 / 16:49 WIB
BNPB: Wilayah pariwisata rentan bencana


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Industri pariwisata di Indonesia menjadi salah satu industri yang tumbuh pesat. Data World Travel and Tourism Council (WTTC) yang dikutip oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan, bahwa Indonesia masuk dalam top-30 Travel and Tourism Countries Power Ranking pada pertumbuhan absolut periode 2011 dan 2017.

Merujuk data itu, dari empat indikator perjalanan dan pariwisata utama menunjukkan, Indonesia ada di posisi nomor 9 sebagai negara dengan pertumbuhan pariwisata tercepat di dunia. Dalam daftar yang dikeluarkan itu, China, Amerika Serikat, dan India menempati posisi tiga besar. Di kawasan Asia, Indonesia berada nomor 3 setelah China dan India.

Sedangkan untuk di kawasan Asia Tenggara, posisi Indonesia terbaik diantara negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand yang berada di nomor 12, Filipina dan Malaysia di nomor 13, Singapura nomor 16 dan Vietnam nomor 21.

“Namun di balik itu semua, industri pariwisata rentan terhadap bencana,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Rabu (16/1).

Sutopo bilang, jika tidak dikelola dengan baik, maka bencana bisa mempengaruhi ekosistem pariwisata dan pencapaian target kinerja pariwisata. Dalam catatan BNPB, beberapa kejadian bencana telah menyebabkan dampak ke industri pariwisata.

Pertama, erupsi Gunung Merapi tahun 2010, telah mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa obyek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah mencapai hampir 50%.

Kedua, bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus hingga September 2015 menyebabkan 13 bandara tidak bisa beroperasi karena jarak pandang pendek dan membahayakan penerbangan.

“Bandara harus tutup, berbagai event internasional ditunda, pariwisata betul-betul tertekan. Industri airline, hotel, restoran, tour and travel, objek wisata dan ekonomi yang di-drive oleh sektor ini pun terganggu,” kata Sutopo.

Ketiga, erupsi Gunung Agung di Bali tahun 2017 menyebabkan 1 juta wisatawan berkurang dan kerugian mencapai Rp 11 trilyun di sektor pariwisata. Kelima, gempa Lombok yang beruntun pada tahun 2018 menyebabkan 100.000 wisatawan berkurang dan kerugian Rp 1,4 triliun di sektor pariwisata.

Keenam, tsunami di Selat Sunda pada 22/12/2018 menyebabkan kerugian ekonomi hingga ratusan miliar di sector pariwisata. Bencana menyebabkan efek domino berupa pembatalan kunjungan wisatawan hingga 10%. Sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di kawasan wisata Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung mencapai 80–90%.

“Ini menjadi menjadi pembelajaran bagi kita semua. Mitigasi, baik mitigasi struktural dan non struktural di kawasan pariwisata masih sangat minim,” jelas Sutopo. Ia menyatakan, mitigasi bencana harus ditempatkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata.

Mitigasi dan pengurangan risiko bencana hendaknya ditempatkan sebagai investasi dalam pembangunan pariwisata itu sendiri. Sebab, dalam proses pembangunan setiap US$ 1 yang diivestasikan untuk pengurangan risiko bencana maka dapat mengurangi kerugian akibat bencana sebesar US$ 7.

Selain itu, Sutopo meminta penataan ruang dan pembangunan kawasan pariwisata hendaknya memperhatikan peta rawan bencana sehingga sejak perencanaan hingga operasional dari pariwisata itu sendiri selalu mengkaitkan dengan ancaman bencana yang ada.

Rencana pembangunan 10 Bali Baru atau 10 destinasi pariwisata prioritas yang akan dibangun yaitu Danau Toba, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, Mandalika, Morotai dan Labuan Bajo hendaknya mengkaitkan mitigasi dan pengurangan risiko bencana sehingga daerah pariwisata tersebut aman dari bencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×