kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BKP temukan kejanggalan insentif pajak dalam PEN 2020, ini kata pengamat pajak


Kamis, 24 Juni 2021 / 17:06 WIB
BKP temukan kejanggalan insentif pajak dalam PEN 2020, ini kata pengamat pajak
ILUSTRASI. BKP temukan kejanggalan insentif pajak dalam PEN 2020, ini kata pengamat pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melaporkan bahwa sebanyak Rp 1,69 triliun penyaluran insentif perpajakan belum dapat diyakini kewajarannya dan belum sesuai dengan ketentuan. 

Dana tersebut merupakan insentif yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak (WP) dalam rangka penanggulangan pandemi virus corona. Temuan tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reseach Institute (TRI) Prianto Budi Saptono, mengatakan, temuan BKP tersebut mengindikasikan dua hal. Pertama, membuktikan adiministrasi Ditjen Pajak belum memadai untuk memenuhi pengajuan/pengabulan insentif para wajib pajak.

Prianto menilai, dari sisi sumber daya manusia (SDM) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum bisa beradaptasi dengan pola insentif yang terbilang dadakan untuk merespons dampak pandemi. Sehingga, sebetulnya butuh waktu bagi otoritas pajak untuk melakukan sosialisasi mendalam kepada para pegawainya. 

Baca Juga: BPK temukan kejanggalan dalam penilaian Dewan Pengawas TVRI, apa saja?

Namun, menurutnya temuan BKP di LKPP bisa dimaklumi. Sebab, langkah pemerintah untuk memberikan insentif/fasilitas perpajakan merupakan respons cepat tanggap, agar dampak Covid-19 tidak makin memperburuk kondisi keuangan wajib pajak. 

Kedua, pada dasarnya pembayar pajak pasti melakukan tax plannging, tax avoidance, dan tax evasion untuk mengakali perhitungan pajak terutang agar dapat mengurangi beban pajak.  

“Memang WP-nya juga pintar, pajakan dalam  tanda kutip memaksa, jadi wajib pajak pasti akan cari celah apalagi dalam kondisi pandemi,” kata Priantor kepada Kontan.co.id, Kamis (24/6). 

Ke depan, Prianto berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi atas pemberian insentif perpajakan di tahun depan, supaya belanja perpajakan bisa lebih efektif dan efisien. Terlebih pemerintah berencana memperpanjang insentif perpajakan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. 

Beleid tersebut, mengatur insentif perpajakan dalam PEN 2021 hanya berlaku sampai Juni 2021. Guna mendorong perekonomian dalam negeri, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperpanjang masa berlakunya hingga akhir Desember 2021.

Baca Juga: Temuan BPK, penanganan Covid-19 tahun 2020 senilai Rp 9 triliun tidak memadai

Selain itu, Menkeu juga memperpanjang diskon pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sektor properti dan diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil sampai dengan akhir 2021. Namun kriterianya dibatasi, seperti PPnBM mobil diberikan potongan penuh 100% hanya untuk mobil dengan kapasitas silinder kurang dari 1.500 cc. 

Kemudian, untuk tiga jenis insentif perpajakan yang merupakan perpanjangan PMK 9/2021 pun ikut diperketat dari sisi kriteria penerimanya antara lain, pembebasan pajak penghasilan (PPh) 22 Impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan percepatan restitusi PPN. 

Baca Juga: Percepat penanganan Covid-19 di daerah, pemda boleh pakai DAU dan DBH untuk vaksinasi

Menurut Prianto, pemerintah bisa menggunakan rujukan atas temuan dalam LHP LKPP 2020. Apabila terhadap WP yang terbukti curang di tahun lalu, maka tidak bisa memanfaatkan insentif hingga akhir 2021. 

“Pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak pemberian insentif perpajakan kepada WP dilihat dari sisi kontribusinya terhadap pemulihan ekonomi,” ujar Prianto. 

Adapun tahun lalu, realisasi insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 sebesar Rp 56,12 triliun atau telah terserap 46,53% dari total pagu sejumlah Rp 120,61 triliun. Artinya dugaan BPK atas kejanggalan penyaluran tersebut setara dengan 3,01% dari realisasi insentif perpajakan tahun lalu.

Selanjutnya: Kemenkes: Perawatan pasien Covid-19 akan segera dibayarkan jika anggaran sudah cair

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×