Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengkhawatirkan kondisi perekonomian global bakal memanas imbas Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada pemilu 2024.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, kebijakan Trump yang lebih mementingkan keuntungan negaranya, seperti tarif perdagangan yang tinggi akan mempengaruhi rantai pasok global.
“Terpilihnya kembali Presiden Trump di Amerika Serikat. Dengan kebijakan America First, dapat membawa perubahan pesat pada lanskap geopolitik dan perekonomian dunia,” tutur Perry dalam agenda Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Jumat (29/11).
Baca Juga: BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Berpotensi Meredup Imbas Kebijakan Trump
Adapun BI merangkum terdapat lima tantangan perekonomian yang patut diwaspadai:
1. Slower & divergent growth
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat, bahkan prospek ekonomi pada 2026 dan 2025 akan meredup, salah satunya Eropa dan China. Namun perekonomian Amerika Serikat dan China diperkirakan membaik, pun dengan Indonesia dan India yang juga diperkirakan membaik.
BI memproyeksikan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,8% hingga 5,6% pada 2025, dan 4,9% hingga 5,7% pada 2026.
2. Reemergence of inflation pressure
Penurunan inflasi global akan melambat, bahkan berisiko naik pada 2026. Hal ini terjadi karena adanya gangguan rantai pasok global.
Baca Juga: Rupiah Masih Bergerak Fluktuatif, Ekonom Beberkan Biang Keroknya
3. Ketidakpastian suku bunga The Fed
Perry memperkirakan arah kebijakan bunga The Fed bakal menurun, menjadi lebih rendah, namun yield US treasury akan naik tinggi menjadi 4,7% pada tahun 2025 dan 5% di 2026.
4. Penguatan mata uang dolar A alias strong dollar
Perry menyampaikan, indeks dolar Amerika menguat dari 101 ke 107. Kondisi tersebut akan memukul stabilitas nilai tukar, sehingga menyebabkan depresiasi nilai tukar di seluruh dunia termasuk nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Menilik Prospek Kinerja Emiten Sejuta Umat dan Rekomendasi Analis
5.Anggapan investor asing lebih tertarik ke Amerika Serikat
Menurut Perry, persepsi tersebut akan menyebabkan modal asing kabnya keluar dari negara berkembang dan kembali ke AS lantaran tingginya suku bunga dan kuatnya dolar AS.
Selanjutnya: SEOJK Produk Asuransi Kesehatan Bakal Dirilis, Ini Respons Generali Indonesia
Menarik Dibaca: GATF 2024, Promo Harga Tiket Pesawat Garuda dari Jakarta ke Jepang PP Rp 5,5 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News