Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat masih ada tiga risiko besar yang harus dihadapi Indonesia khususnya perbankan.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, risiko tersebut merupakan risiko yang sama dengan tahun lalu. Pertama, risiko terkait global economic imbalance. "Laju kecepatan pemulihan ekonomi negara emerging market jauh melampaui negara maju," ujar Darmin akhir pekan lalu (21/1).
Menurutnya dalam memastikan durabilitas pemulihan para pemangku kebijakan di negara maju bertahan dengan kebijakan akomodatif. Sebaliknya, pemangku kebijakan di negara emering market menghadapi tantangan mencegah pemanasan ekonomi.
Kedua, risiko terkait lalu lintas modal global dan sengketa mata uang atau currency war. Menurut Darmin, perbedaan siklus ekonomi dan kebijakan antara negara maju dan emerging market menguntungkan negara emerging market.
"Hal ini terlihat dari derasnya aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia," kata Darmin. Yang jelas, BI tak mau rupiah bergerak fluktuatif. Hal ini membuat BI masih terus menjaga nilai tukar dengan cara intervensi.
Dan ketiga, risiko terkait permintaan domestik dan tekanan inflasi, di mana krisis global 2008-2009 menyebabkan perdagangan baik inter maupun intra-regional merosot. Hal ini memotivasi banyak negara mengedepankan strategi mendorong permintaan domestik. "Namun, dalam konteks Indonesia, semata-mata bersandar pada permintaan domestik mengandung dua implikasi yang perlu dicermati," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News