Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif sepanjang tahun ini. Kebijakan ini ditempuh sejalan dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
Dalam laporan hasil rapat Komite Stabilitas Keuangan (KSSK), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter yang akomodatif telah dilakukan secara bertahap di kuartal kedua.
Baca Juga: Investasi diproyeksi menggeliat di semester kedua, simak potensinya
Pertama, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps) pada Juni 2019. Kedua, menurunkan tingkat suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps pada Juli 2019.
“Kebijakan ini dilakukan sejalan dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian keuangan global dan stabilitas eksternal yang terkendali,” kata Perry, Selasa (30/7).
Selain itu, BI juga mendukung dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kredit perbankan dan memperluas pembiayaan perekonomian.
Baca Juga: Dompet Digital China Bisa Buat Belanja premium
Dari sisi moneter, Perry memastikan, sejumlah indikator menunjukkan stabilitas yang terjaga. Di antaranya inflasi yang rendah pada level sekitar 3,2% dan diproyeksi tetap di bawah 3,5% hingga akhir 2019.
Nilai tukar rupiah secara year-to-date juga terbilang stabil, bahkan mengalami apresiasi sebesar 2,64%. Menurut Perry, hal ini bukan hanya karena kondisi defisit transaksi berjalan yang mulai membaik, tetapi juga lantaran menariknya investasi portofolio di Indonesia.
Baca Juga: Industri Lesu Darah, Ekonomi Kian Payah premium
“Sampai 26 Juli, aliran portofolio asing yang masuk mencapai Rp 193,2 triliun, yaitu Rp 120,1 triliun ke SBN (surat berharga negara) dan Rp 72,1 triliun ke pasar saham,” lanjut Perry.
Selain itu, kondisi perekonomian yang positif ditunjukkan oleh premi risiko berdasarkan indikator CDS (Credit Default Swap) turun ke level yang dinilai sangat rendah yaitu 76,68.
Perry mengatakan posisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan akhir 2018 lalu di mana CDS tercatat mencapai 135,9. Hal ini tak terlepas dari sentimen positif perbaikan peringkat kredit Indonesia oleh sejumlah lembaga internasional.
Baca Juga: Dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, bunga acuan BI perlu turun lagi
Adapun, Perry mengungkapkan, BI masih melihat terbukanya ruang untuk kebijakan yang akomodatif. “Dengan stabilitas yang terjaga, seluruh instrumen kebijakan BI diarahkan untuk mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tandas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News